Kongres di Bali, 4 Syarat PAN Menuju Partai Modern

Sabtu, 28 Februari 2015 – 04:33 WIB
Kongres di Bali, 4 Syarat PAN Menuju Partai Modern

jpnn.com - JAKARTA - Kongres Partai Amanat Nasional (PAN) IV akan mulai digelar hari ini, Sabtu (28/2) di Bali. Salah satu semangat yang diusung dalam kongres kali ini adalah menjadikan PAN sebagai partai yang modern.

Istilah partai modern mengacu pada bentuk partai yang terlembagakan secara politik dan mampu menjadi saluran aspirasi masyarakat yang kini telah menjadi representasi dari Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Makanya, ia kembali mendapatkan dukungan dari berbagai pengurus agar Hatta kembali diberi amanat untuk memimpin partai berlambang matahari itu.

BACA JUGA: Eksepsi Bonaran, Tuding Dakwaan Jaksa Ngawur Semua

Menanggapi perubahan dan semangat untuk menjadikan PAN sebagai partai modern, Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Zaenal A Budiyono bukan perkara yang mudah. Apalagi kata dia, di negara-negara demokrasi baru termasuk Indonesia.

Zaenal mengatakan setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi jika PAN ingin menjadi partai modern. Pertama, meninggalkan tradisi dominasi elit. Dalam sistem partai modern di negara-negara demokrasi, partai adalah alat perjuangan kepentingan seluruh anggota dan simpatisan, bukan milik sebagian elit.

BACA JUGA: Ini Tips Mudah Hafal Al-Quran dari Ustadz Yusuf Mansur

Dalam konteks PAN, sebagai partai reformis, penting untuk memastikan bahwa tidak ada elit yang menguasai partai dan menjadi patron satu-satunya. Apa yang terjadi di PDIP misalnya, dengan patron tunggal Megawati Soekarnoputri, tak boleh mengkristal dan terlembagakan di PAN, karena bila ini terjadi, ruh reformis di PAN bisa dipertanyakan publik," ujar Zaenal saat ditemui di rumahnya, kawasan Cijantung, Jakarta Timur, Jumat, 27 Februari 2015.

Kedua, lanjut Zaenal, sistem organisasi bekerja di atas kepentingan personal dan kelompok. Teori sistem dalam politik menegaskan partai politik harus membangun sistem yang kuat untuk mengatur organisasi.

BACA JUGA: Soal Tiga Aturan Aceh, Mendagri: Intinya Enaklah

Dengan sistem yang kuat, maka pergantian pimpinan atau elit partai (sirkulasi politik) tidak akan mengganggu performa partai. Misalnya di AS, Partai Demokrat dan Republik tetap kuat dan warna politiknya cenderung konsisten dari tahun ke tahun karena sistem telah terlembagakan. Tak peduli pimpinan partai berganti tiap tahun sekalipun, tambahnya.

Masih menurut Magister Ilmu Politik itu, Hatta Rajasa yang mengusung ide revitalisasi sistem kepartaian menuju partai modern, memiliki peluang untuk mendapat dukungan DPW dan DPD PAN (voters) karena penguatan sistem menjadi kebutuhan PAN di masa depan.

Ketiga, PAN harus menjadi partai yang bergeser ke tengah. Sejak 1999-2009 identitas politik PAN sulit dilepaskan dari Muhammadiyah. Sepintas hal ini menguntungkan karena Muhammadiyah adalah ormas Islam terbesar kedua di Indonesia.

Faktanya dalam konteks kekinian, dimana preferensi pilihan rakyat Indonesia lebih rasional, dan jumlah pemilih di luar Muhammadiyah jauh lebih besar, reposisi PAN dari partai kanan (bercorak agama) ke partai tengah (bercorak nasionalis) harus menjadi menjadi agenda prioritas., timpalnya.

Di era Hatta, 2010-2015, pergeseran PAN ke tengah lebih terlihat nyata di lapangan. Indikasinya, makin banyak pengurus partai dari berbagai latar belakang, baik suku, agama maupun basis kultural.

Aktivis NU juga banyak menjadi pengurus PAN di era Hatta. Sebagaimana diketahui, sejak 1999 suara PAN terus menurun hingga 2009 ke titik terendah (6,1 juta suara). Dan momentum pergeseran PAN ke tengah di era Hatta diganjar pemilih dengan peningkatan suara 53% menjadi 9,5 juta suara.

Yang keempat, kata penulis buku Memimpin di Era Politik Gaduh itu, kapasitas pemimpin diakui publik. Di era pemilihan langsung, kapasitas ketua umum partai, besar pengaruhnya dalam mendongrak suara. Kapasitas berbeda dengan ketokohan semata, karena kapasitas lebih menitikberatkan pada kemampuan dan kinerja serta rekam jejak, imbuh Zaenal.

Kapasitas tidak bisa hanya berdasarkan klaim, melainkan track record dan pengakuan dari lingkungan politik. Di PAN, antara Hatta dan Zulkifli Hasan, kapasitas Hatta masih unggul dibanding ZH. Ukurannya, Hatta mampu menjadi jangkar KMP dimana ia muncul dengan solusi-solusi ketika terjadi kebuntuan politik, seperti hubungan KMP dengan pemerintah dan berakhirnya dualisme di DPR beberapa waktu lalu. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Solusi Menteri Marwan Atasi Desa Rawan Pangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler