Konsep Moratorium TKI Belum jelas

BNP2TKI Sebut PHK Hanya 7 Ribu Orang

Minggu, 24 Juli 2011 – 07:44 WIB

JAKARTA - Pemerintah tampakanya belum mempersiapkan dampak dari moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi secara menyeluruhBuktinya kementerian tenaga kerja dan transmigrasi (Kemenakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) terkesan menganggap remeh dampak moratorium.

Kepala BNP2TKI M

BACA JUGA: ONH Beres, Visa Calon Jamaah Diurus

Jumhur Hidayat membenarkan jika moratorium akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK)
Berasal dari tenaga kerja yang batal berangkat ke luar negeri maupun dari staff "Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang gulung tikar.

Namun, dia mengatakan jumlahnya tidak sebesar yang diklaim Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) yakni 25 ribu orang

BACA JUGA: Lokasi Penahanan Herman Felani Belum Ditentukan

Menurutnya, jumlah "calon" pengangguran baru itu hanya mencapai 7 ribu orang
"PJTKI yang mengirim ke Arab Saudi sekitar 350, setiap perusahaan staffnya 20 orang," ujarnya.

Sebelumnya, Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Rusdi Basalamah mengatakan dampak moratorium merembet kemana-mana

BACA JUGA: Kejagung Ekspose Ulang Kasus Sembilan Kada

Berdasar hitung-hitungannya, jumlah PHK massal mencapai 25 ribu orangMenurunya, PHK terjadi karena konsep moratorium tidak kunjung jelas sebatas permintaan menyetop tenaga kerja per 1 Agustus.

Jumhur menjelaskan, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa atas kemungkinan PHK massal ituDia hanya menyarankan agar PJTKI memenuhi hak-hak para pekerjanya sesuai dengan kontrak kerjaOpsi itu muncul kalau PJTKI memilih untuk gulung tikar"Aggap ttu resiko perusahaan," imbuhnya.

Selain itu, sikap angkat tangan juga dilakukan saat disinggung penanganan tenaga kerja yang siap berangkat namun belum bisa meninggalkan tanah airDia mengakui kalau saat ini ada beberapa tenaga kerja yang tidak bisa berangkat karena terganjal tiket"Masuk peak season penerbangan," tandas Jumhur.

Peak season itu terkait dengan masa umroh umat IslamAkibatnya, permintaan penerbangan sangat tinggi dan menghabiskan jatah tempat dudukNah, hal itu membuat jadwal penerbangan tenaga kerja makin tidak menentu"Ada yang tidak bisa berangkatTetapi, itu bukan karena moratorium," tuturnya.

Lantas bagaimana jika sampai 1 Agustus belum dapat jadwal terbang? Jumhur angkat bahuKemungkinan besar tenaga kerja tersebut tidak akan bisa dikirim ke Negara tujuanMeski saat itu statusnya sudah memiliki visa ataupun majikan"Kami empati kepada mereka yang tidak dapat seat (tempat duduk)Tapi, mau bagaimana lagi," tukasnya.

Dihubungi terpisah, Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Bina Penta) Kemenakertras, Reyna Usman Ahmadi juga belum tahu pasti bagaimana menangani potensi PHK massal tersebutKemungkinan besar, pihaknya akan mengeluarkan opsi mengubah lajur penempatan tenaga kerjaItu dilakukan agar perusahaan tidak gulung tikar

"Akan kami coba cara itu," katanyaOpsi itu muncul karena disamping moratorium belum diketahui sampai kapan, dia memastikan bakal ada yang baru dalam sistem pengiriman tenaga kerja nantiSalah satunya, pola pengiriman tenaga kerja yang bakal dipimpin sepenuhnya oleh pemerintah.

Menanggapi hal itu, Sekjen Apjati Rusdi Basalamah mengatakan opsi pemerintah untuk mengubah lajur pengiriman dirasa kurang tepatKalau itu sampai terjadi, dia menegaskan kembali jika pemerintah tidak memahami peta pasar kerja luar negeriApalagi, selama ini Arab Saudi masih menjadi salah satu tujuan favorit calon tenaga kerja "Itu tidak mungkin (merubah lajur pengiriman," jelasnya(dim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Herman Felani Ditangkap KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler