Konsumsi Listrik Indonesia Terendah di Asean

Usulkan Tarif Listrik Progresif

Senin, 06 Juni 2011 – 01:51 WIB

JAKARTA - Keterbatasan pasokan listrik membuat konsumsi listrik di Indonesia cukup rendahBahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara di Asean, Indonesia termasuk yang terendah.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran mengatakan, konsumsi energi listrik per kapita Indonesia memang rendah

BACA JUGA: PDIP Dorong Presiden Evaluasi Newmont dan Inalum

"Di Asean, termasuk yang terendah," ujarnya saat diskusi di Kantor DEN pekan lalu."

Konsumsi listrik per kapita dihitung berdasar jumlah total konsumsi listrik dibagi dengan jumlah penduduk
Tumiran menyebut, berdasar data International Energy Agency (IEA) 2010, dengan pendapatan USD 3.500 per kapita, konsumsi energi listrik Indonesia per kapita baru mencapai 591 kilowatt hour (KWh) per kapita

BACA JUGA: Pembebasan Lahan Tol Bocimi Terganjal

"Kita masih di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, bahkan masih di bawah Vietnam," katanya.

Data menunjukkan, di Asean, konsumsi listrik tertinggi dipegang oleh Brunei Darussalam dengan angka 8.308 KWh per kapita, disusul Singapura 8.185 KWh per kapita, kemudian Malaysia 3.490 KWh per kapita, lalu Thailand 2.079 per Kwh, dan Vietnam 799 KWh per kapita
"Sebenarnya, dari pendapatan per kapita, Indonesia di atas Vietnam yang hanya USD 2.500 per kapita, namun konsumsi listrik mereka lebih tinggi dari kita," terangnya.

Menurut Tumiran, konsumsi listrik per kapita Indonesia hanya berada di atas negara seperti Filipina, Myanmar, dan Kamboja

BACA JUGA: Pengambilalihan PT Inalum Libatkan 22 Instansi

Tercatat, konsumsi listrik Filipina tipis di bawah Indonesia, yakni 588 KWh per kapitaAdapun Kamboja hanya 113 KWh per kapita dan Myanmar 97 KWh per kapita.

DEN juga mencatat data konsumsi listrik per kapita di negara-negara berkembang dari berbagai belahan dunia, yang rata-rata masih di atas IndonesiaMisalnya, Jamaika dengan konsumsi 2.552 KWh per kapita, Namibia 1.797 KWh per kapita, Panama 1.646 KWh per kapita, Kuba 1.327 KWh per kapita, Tunisia 1.298 KWh per kapita, Gabon 1.158 KWh per kapita, serta Peru 1.032 KWh per kapita.

Tumiran mengatakan, masih rendahnya konsumsi listrik Indonesia mesti dilihat dari berbagai sisiSelain terbatasnya pasokan listrik karena kapasitas pembangkit yang belum mencukupi kebutuhan, konsumsi listrik Indonesia juga masih didominasi oleh konsumen rumah tangga"Artinya, sebagian besar listrik masih digunakan untuk hal yang bersifat konsumtif, bukan produktif," ujarnya.

Data PLN menunjukkan, hingga akhir triwulan I 2011 ini, kelompok rumah tangga menjadi penyerap listrik terbesar dengan konsumsi 15.248,77 gigawatt hour (GWh)Selanjutnya, pelanggan kelompok industri menyerap listrik 13.063,96 GWhKemudian, pelanggan bisnis mengonsumsi 6.726,23 GWh dan sisanya, 2.358,98 GWh, diserap oleh kelompok lain-lain.

Menurut Tumiran, karena sebagian besar listrik digunakan untuk kegiatan konsumtif, maka efek ke perekonomian menjadi kurang"Berbeda jika listrik digunakan untuk kegiatan produktif, akan ada nilai tambah sehingga mendorong perekonomian," katanya.

Karena itu, lanjut Tumiran, pemerintah harus mengambil langkah strategisSalah satunya dengan mendorong penguatan bagi PLN untuk bisa meningkatkan kapasitas pasokan listrik"Artinya, dana untuk mengembangkan sektor kelistrikan harus cukup," jelasnya.

Tumiran mengakui, selama ini dana pemerintah lebih banyak tersedot untuk subsidiKarena itu, harus ada pengalihan dana dari subsidi untuk mengembangkan infrastruktur listrik"Untuk itu, sebagai anggota DEN, saya mengusulkan penerapan tarif listrik progresif," ujarnya.

Dengan tarif listrik progresif, maka subsidi diberikan untuk pemakaian dalam jumlah tertentuSemakin banyak listrik yang dikonsumsi, maka porsi subsidi akan berkurang"Dengan tarif listrik progresif ini, maka masyarakat yang biasanya boros listrik juga akan terpacu untuk bisa berhemat," katanya(owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lokal Tertinggal dari Pelaku Pasar Asing


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler