Konten Ekstrem YouTube Gerus Pendapatan Google

Rabu, 29 Maret 2017 – 16:10 WIB
Ilustrasi. Foto: AFP

jpnn.com, NEW YORK - Google Inc kehilangan pemasukan hingga jutaan dolar setelah beberapa perusahaan terkemuka mencabut iklan dari YouTube.

Pencabutan iklan dilakukan, misalnya, oleh AT&T dan Verizon, GSK, Pepsi, Walmart, serta Johnson & Johnson.

BACA JUGA: Google Akhirnya Bersedia Bayar Tunggakan Pajak

Masalah tersebut berawal dari munculnya iklan dari merek-merek terkenal itu pada beberapa konten yang memuat pandangan ekstremis dan ujaran kebencian di YouTube.

Iklan merek Verizon bahkan muncul pada video berkonten ekstrem buatan ulama asal Mesir Wagdy Ghoneim dan video-video ujaran kebencian buatan Hanif Qureshi yang menjadi inspirasi teror pembunuhan.

BACA JUGA: Wonderful Indonesia, Komodo Mejeng di Google Doodle

’’Kami khawatir iklan kami juga muncul di konten video seperti itu,’’ ujar juru bicara AT&T dalam pernyataan resmi.

Peneliti Demos Alex Krasodomski-Jones menuturkan, masalah itu tidak hanya merusak reputasi perusahaan, tetapi juga menurunkan pendapatan.

BACA JUGA: Risma Ajak Google Dirikan Kampus di Surabaya

YouTube mungkin didirikan sebagai situs web untuk berbagi video.

Namun, sama dengan Google dan Facebook, YouTube tidak lepas dari periklanan.

’’Fakta buruknya, banyak pengiklan yang masih belum tahu bagaimana iklan online mereka bekerja,’’ ungkapnya.

Sementara itu, staf ahli C Squared Charlie Crowe meyakini, setiap media pasti bakal berusaha menempatkan iklan sesuai dengan target.

’’Bedanya, di dunia online semuanya diatur berdasar algoritma. Elemen manusia dianggap persamaan. Itu masalahnya,’’ katanya.

YouTube memang telah menyediakan brand safety untuk mengontrol pengiklanan pada konten video.

Namun, banyaknya video yang diunggah menjadi tantangan tersendiri bagi YouTube untuk memblokir konten terlarang.

Setiap menit, terdapat video sepanjang 400 jam yang diunggah di YouTube.

Perusahaan yang merasa dirugikan itu menuntut Google lebih bertanggung jawab terhadap apa saja yang muncul di internet.

Mereka menginginkan adanya verifikasi data dan pengontrolan yang lebih ketat dari YouTube.

Kondisi itu hampir mirip dengan kasus Facebook akibat skandal berita hoax beberapa waktu lalu.

Google pun telah meminta maaf kepada publik dan menyatakan akan lebih mengontrol kemunculan iklan dari merek-merek tersebut.

Permasalahan itu menjadi tekanan yang cukup kuat bagi Google.

Sebab, perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley memang cukup mendominasi pasar periklanan.

Berdasar penelitian tahun lalu, Facebook dan Google terhitung memiliki kontribusi hingga 90 persen dalam pertumbuhan industri periklanan online. (The Guardian/pus/c14/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yenny Wahid Batasi Tiga Buah Hatinya saat Bermain Gawai


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Google   YouTube  

Terpopuler