Kontras Dorong Petani Berani Bentrok

Jumat, 04 Maret 2011 – 05:25 WIB

JAKARTA -- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendorong petani untuk tidak nyiut nyali dalam upaya mempertahankan lahan seluas 46,11 hektar di Desa SaentisKontras juga mendorong para petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapokta) Manunggal untuk berani bentrok dengan personil Brimob Polda Sumut, jika kesatuan elit di kepolisian itu hanya berpihak kepada PTPN II, Sumut.

"Masyarakat pemilik lahan sendiri harus berani konflik, maju terus, terus pertahankan lahan yang sudah diputuskan secara hukum menjadi milik mereka," ujar Sekjen Federasi Kontras, Ruslan Purba kepada JPNN, kemarin (3/3)

BACA JUGA: Kemenkopolhukam Seriusi Isu Penjualan Pulau di Kepri

Dijelaskan Ruslan, cara yang frontal memang harus dilakukan para petani
Menurutnya, memang bukan hal yang mudah untuk menghadapi investor, baik BUMN maupun swasta, dalam soal sengketa lahan

BACA JUGA: Bentrok Petani v Aparat, Modus Alihkan Isu

Pasalnya, negara, melalui aparat keamanan, akan lebih berpihak kepada investor, bukan melindungi masyarakat.

Hanya saja, lanjut Ruslan, jika petani pantang menyerah, maka lambat laun akan menjadi perhatian publik secara luas
"Kalau terus ada tekanan, maka akan bisa muncul perubahan kebijakan sektor perkebunan atau kehutanan," ujar Ruslan.

Keterlibatan aparat Brimob dalam kasus sengketa lahan ini, lanjut Ruslan, menunjukkan memang belum ada perubahan pola negara dalam menghadapai masyarakatnya

BACA JUGA: Video Panas Anggota Dewan Tersebar Luas

Polisi menjadi alat penopang investasi BUMN atau pun swasta"Mereka selalu berhadap-hadapan dengan masyarakat, bukan mengayomi masyarakat," cetusnya.

Dijelaskan Ruslan, upaya lewat jalur hukum oleh petani saat menghadapi investor, memang bukan cara efektifSehebat apa pun pengacara yang mendampingi petani, kta Ruslan, akan kesulitan saat menghadapi kekuasaanDia memberi contoh pengacara senior Adnan Buyung Nasution, yang akhirnya tersingkir saat menjadi pengacara Gayus"Dengan cara mengerahkan massa, misal 2000 hingga 3000, juga tak akan mempan, karena menghadapi kekuasaan yang disetir mafia, butuh waktu panjang," cetusnya.

Dari pengalaman Kontras, lanjut Ruslan, tindakan represif aparat keamanan kepada petani sulit dihentikanKontras sudah sering mengadvokasi dan mampu membebaskan beberapa warga yang ditahan aparat"Tapi dalam dua tiga hari, ada yang ditangkap lagiBegitu terus," ujarnya.

Seperti diberitakan, Legiman, anggota Gapkta Manunggal, dinyatakan sebagai tersangka kasus pemalsuan surat yang kini tengah ditangani Poldasu“Itu tidak salah tangkap itu benar Legiman yang sudah menjadi tersangka di dalam laporan polisi,” ujar Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Heri Subiansaori melalui Kasat IV Tipiter Poldasu AKBP M Butar-Butar, Selasa (1/3), melalui telepon selulerDia mengatakan, Poldasu akan terus melakukan penyelidikan dan memproses Legiman secara hukum.

Legiman, oleh polisi disebut berinisial L, bersama tersangka lain berinisial T (Tugimin, rekan Legiman), ditetapkan sebagai tersangka kasus kisruh eksekusi lahan PT KIM yang kepemilikannya diklaim kelompok tani pimpinan Legiman dan manajemen PTPN II.

Perjalanan panjang Legiman (72) dan rekan-rekannya sesama anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapokta) Manunggal memperjuangkan kepemilikan 46,11 hektar lahan di Desa Saentis belum usaiMeski sudah memiliki hak penuh atas kepemilikan lahan dan dikuatkan dengan keputusan pengadilan serta sudah dieksekusi 6 Januari 2011, PTPN II dan PT Kawasan Industri Medan (KM), belum rela melepas hak atas lahan tersebut masih terus digoyang.

Padahal, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam (6 Maret 1999), Pengadilan Tinggi Medan (21 September 2000), keputusan di tingkat Mahkamah Agung 6 Desember 2001, dan peninjauan kembali di MA tahun 2004 sudah memberi kewenangan kepemilikan lahan yang sudah mereka garap sejak 1952 ituPN Lubuk Pakam bahkan sudah mengeksekusi lahan tersebut pada 6 Januari 2011

Namun, Jumat (4/3) siang, Koordinator Eksekutif Nasional Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, mengklarifikasi pemberitaan ini.

Haris menegaskan, KontraS sebagai organisasi advokasi HAM, tidak pernah membuat pernyataan seperti judul pemberitaan dimaksudDijelaskan pula, dalam pemberitaan tersebut nara sumbernya adalah Ruslan Purba"Bahwa KontraS tidak memiliki pekerja/staf dengan nama inikalau pun yang dimaksud Sdr Oslan Purba, maka kami beritahukan bahwa sdr Oslan Purba sudah tidak lagi menjabat Sekjen Federasi KontraS per 20 Januari 2011," terang Hariz Azhar dalam keterangan tertulisnya ke JPNN, Jumat (4/3).

Dijelaskan Haris, KontraS sebagai organisasi advokasi HAM memiliki prinsip kerja non kekerasan (non violence)"Untuk itu kami tidak pernah mendukung cara-cara kekerasan untuk melakukan advokasi sebagaimana ditulis dalam pemberitaan tersebut," papar Haris.

Lebih lanjut Haris menyatakan, "Oleh karena situasi ini, kami menyatakan bahwa kami tidak bertanggung jawab terhadap segala pemberitaan yang muncul dari pihak luar apalagi dengan membawa nama KontraS, namun kami tetap memantau dan menyampaikan koreksi apabila terdapat kesalahan yang mungkin dapat merugikan organisasi kami." (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aspirasi Pemekaran Terganjal Moratorium


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler