jpnn.com, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menanggapi rencana Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merevisi Undang-Undang (UU) TNI.
Pada wacana revisi tersebut, UU TNI akan mengatur penempatan tentara aktif di jabatan-jabatan kementerian.
BACA JUGA: KontraS, ICW, dan Perludem Beri 4 Permintaan soal Penjabat Kepala Daerah
KontraS menilai usulan tersebut sangat problematis, yakni kontraproduktif terhadap semangat profesionalisme militer yang mengamanatkan agar TNI fokus pada tugas pertahanan sesuai perintah konstitusi.
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengatakan penempatan anggota aktif TNI pada kementerian atau jabatan sipil mengembalikan nilai orde baru.
BACA JUGA: Sudah Tak Tahan, Riki Minta Mbak MI Melayaninya di Mobil, Tetapi
"Kami melihat bahwa upaya penempatan TNI pada jabatan sipil lagi-lagi menunjukan kegagalan manajerial dalam mengidentifikasi masalah di tubuh institusi," ucap Rivanlee dalam keterangannya, Senin (8/8).
Dia menilai wacana tersebut menjadi jalan pintas untuk menyelesaikan berbagai masalah institusi seperti menumpuknya jumlah perwira nonjob.
BACA JUGA: Celana Dalam Bermotif Bunga Jadi Misteri dalam Aksi 3 Penjahat Ini
"Alih-alih melakukan evaluasi mendalam dan menyasar pada akar masalah, wacana untuk membuka keran dwifungsi TNI terus diproduksi," dia menambahkan.
Menurut dia, usulan itu menyebabkan mekanisme yang bukan lagi berfokus pada kualitas seseorang, melainkan berdasarkan kedekatan atau power yang dimiliki.
Rivanlee juga menyoroti beberapa menteri kabinet Indonesia Maju yang memiliki latar belakang militer sehingga akan berpotensi besar melahirkan konflik kepentingan.
"Kami melihat terdapat sejumlah permasalahan manajerial yang terjadi di tubuh TNI sejak 2019, yakni saat Panglima sebelumnya yakni Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkap bahwa terdapat 500 perwira TNI tidak dalam tugas."
"Sayangnya, langkah atau solusi yang ditawarkan selalu menempatkan TNI pada jabatan sipil. Kuat dugaan bahwa pada praktiknya hanya berujung pada bagi-bagi jabatan, tanpa memperhatikan kebutuhan," ucap dia.
Selain itu, dia juga menilai penempatan anggota TNI pada jabatan sipil akan menghambat tercapainya agenda reformasi sektor keamanan.
Oleh karena itu, Rivanlee menambahkan negara seharusnya memperbaiki penerimaan anggota TNI dan struktur pos kemiliteran dibanding menempatkan pada posisi sipil tertentu.
“Usulan dari LBP juga menunjukkan bahwa ternyata negara mendiamkan pikiran dan semangat otoritarianisme Orde Baru di tataran pejabatnya."
"Penting bagi presiden untuk menegur sekaligus ‘membersihkan’ para pejabat dari pikiran semacam ini agar bisa fokus untuk menyejahterakan masyarakat dan melunasi janji yang sampai saat ini belum berhasil dituntaskan," kata Rivanlee.
Dengan begitu, KontraS mendesak Presiden Joko Widodo menegur dan menertibkan pejabat yang terus mengeluarkan pernyataan untuk mengembalikan dwi fungsi TNI.
Kemudian, pejabat pemerintahan juga didesak untuk menghentikan segala bentuk upaya mengembalikan jabatan TNI di ranah sipil.
KontraS juga mendorong TNI untuk tetap profesional dan fokus pada tugasnya sebagaimana diamanatkan konstitusi dan UU TNI. (mcr9/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI AL Gagalkan Penyelundupan Calon PMI Ilegal ke Malaysia, Tekong Terjun ke Laut
Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Dea Hardianingsih