jpnn.com, JAKARTA - Mantan pegawai KPK Tata Khoiriyah merespons kabar adanya foto bendera dengan lambang HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) di meja salah satu pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto tersebut menjadi viral setelah eks Satpam KPK Iwan Ismail memotret dan menyebarkan foto tersebut.
BACA JUGA: Update Info Kepala BKN soal Pengangkatan 56 eks Pegawai KPK menjadi ASN
Foto bendera HTI itu tersebar pada 2019 saat KPK sedang berjuang menolak revisi UU KPK. Namun, foto itu kembali viral dan dikaitkan dengan pemberhentian pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Berita lama itu dimunculkan kembali untuk pembenaran atas alasan tes wawasan kebangsaan yang ujungnya menyingkirkan saya sebagai pegawai tetap KPK," kata Tata dalam keterangan tertulis yang dikutip JPNN.com pada Senin (4/10).
BACA JUGA: Polri segera Undang Eks Pegawai KPK yang Tidak Lulus TWK
Menanggapi kabar tersebut, Tata mengatakan foto tersebut diambil di lantai 10 gedung KPK, tepatnya di ruang kerja penuntutan yang diisi oleh para jaksa KPK.
Menurut Tata, ada kejanggalan yang terjadi karena Iwan Ismail bertugas untuk mengamankan tersangka di rumah tahanan.
BACA JUGA: Novel Baswedan Cs Anggap Pinangan Kapolri Bukti Pegawai KPK Lolos TWK
Dengan begitu, lanjut Tata, Iwan tidak memiliki akses untuk memasuki ruangan tersebut.
"Lantas, dari mana Mas Iwan tahu ada bendera terpasang dan memiliki akses untuk masuk ke ruangan tersebut?" tulis Tata.
Dia menjelaskan pekerjaan di KPK memang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat rahasia. Dengan begitu, foto-foto yang menunjukkan isi ruangan di KPK sangat dikontrol.
Mantan staf humas KPK itu menegaskan Iwan tidak diberhentikan akibat foto tersebut menjadi viral tetapi karena tidak ada klarifikasi, penjelasan, atau adanya temuan pelanggaran etik saat pemeriksaan Pengawas Internal KPK.
"Bahkan, Mas Iwan sendiri melakukan dengan sengaja framing bahwa bendera tersebut bukti ada Taliban di KPK," ungkap Tata.
Dia mengatakan isu Taliban dilemparkan ke publik untuk menyerang kredibilitas KPK sehingga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antikorupsi itu menurun, bahkan mempertanyakan kenetralan KPK.
Kemudian, Tata juga mengungkapkan pemilik meja dengan bendera HTI itu ialah pegawai negeri yang sedang dipekerjaan (PNYD) atau aparatur sipil negara (ASN) dari kementerian, lembaga pemerintah lainnya, polisi, atau jaksa yang sedang dipekerjakan KPK dengan batas waktu maksimal 10 tahun.
Pemilik meja itu, lanjut Tata, adalah seorang jaksa KPK yang bukan bagian dari 57 pegawai yang disingkirkan lewat TWK.
Tata menjelaskan pemilik meja dan Iwan melakukan pemeriksaan dengan Pengawas Internal KPK, jaksa yang memiliki meja dinyatakan tidak memeiliki keterkaitan dengan afiliasi tertentu.
Di sisi lain, Iwan terbukti bersalah karena masuk ruang kerja yang bukan kewenangannya, sengaja dan tanpa hak menyebarluaskan informasi tidak benar kepada pihak eksternal, dan menuduh keterlibatan orang lain dengan HTI tanpa klarifikasi.
Dalam sidang etik Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP), saksi ahli dari Kementerian Agama memastikan bendera pada foto yang tersebar luas itu bukan bendera HTI.
Tata mengatakan KPK mewajibkan pegawainya untuk netral dari berbagai afiliasi himpunan, ikatan profesi, partai politik, bahkan organisasi massa.
Dengan begitu, Tata menilai foto bendera yang diasumsikan sebagai HTI itu tidak bisa menjadi bukti adanya Taliban di KPK tanpa mengetahui konteks dan kronologi keberadaan bendera tersebut di lantai 10.
"Saya kira penuduhan Taliban itu tidak bisa menjadi pembenaran bahwa 57 pegawai KPK pantas diberhentikan lewat TWK yang menlanggar HAM dan maldministrasi karena faktanya, di dalam 57 pegawai KPK tersebut ada 6 orang nasrani (salah satunya adalah pendiri Oikumene KPK), ada budish, hindu, dan sebagian besar Nahdliyyin seperti saya contohnya," papar Tata.
Diketahui sebelumnya, KPK telah memecat Iwan Ismail sebagai satpam KPK karena menyebarkan foto soal bendera HTI itu.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan kabar pemecatan tersebut.
"Yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar atau bohong dan menyesatkan ke pihak internal," kata Ali Fikri, Sabtu (2/10).
Ali menegaskan bendera yang difoto Iwan Ismail bukan bendera HTI yang sebenarnya. (mcr9/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Natalia
Reporter : Dea Hardianingsih