Korban Beber Penembakan ke Komnas HAM

Rabu, 28 Desember 2011 – 08:16 WIB

BIMA - Dua orang anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ridha Saleh dan Sriyana, turun ke Kecamatan Lambu, kemarinMereka melakukan investigasi kasus yang menewaskan dua orang dan puluhan warga lainnya terluka.

Anggota Komnas HAM yang didampingi dua orang warga, mengawali investigasi mereka di tempat korban Arif Rahman dan Mahfud (bukan Syaiful) yang diduga tewas akibat terkena peluru aparat

BACA JUGA: Kapolri Dihadang Blokade

Tepatnya di Dusun Jalan, Desa Bugis, Kecamatan Sape, atau sebelah Selatan Pelabuhan Sape.

Di tempat itu, mereka mengumpulkan data-data dengan mewawancara sejumlah warga yang mendengar maupun yang melihat ketika korban tewas saat pembubaran blokir Pelabuhan Sape oleh aparat.

Dari penuturan beberapa orang warga, mereka tidak melihat bagaimana korban itu kena tembak
Tapi melihat salah seorang warga Lambu yang kemudian diketahui bernama Arif Rahman yang diduga kena tembakan digotong menggunakan kain sarung oleh temannya Rahman

BACA JUGA: Terus Desak Cabut SK 188

Karena menurut beberapa orang warga setempat, saat itu sejumlah polisi berada di jalan mengejar warga Lambu dari Pelabuhan Sape. 

Korban digotong oleh dua orang, namun di jalan buntu, warga yang berjalan di depan terkena tembakan pada bagian kaki, sehingga terjatuh
Sehingga korban Arif Rahman terjatuh

BACA JUGA: Bima Masih Panas, Demo Berakhir Ricuh



Mayat korban Arif Rahman yang tergeletak di gang sempat dilihat oleh korban MahfudKarena mereka masih saudara sepupuSaat korban Mahfud melihat mayat korban Arif Rahman, diapun diduga kena luka tembak pada bagian dada, hingga terjatuh di tempat itu juga.

Usai mengumpulkan data-data di Dusun Jalan, Komnas HAM melakukan investigasi ke Kecamatan LambuSebelum ke Lambu, Komnas HAM bertemu dengan M Nur salah seorang warga Jala yang diduga kena tembak.

M Nur membawa anggota Komnas HAM ke Pelabuhan SapeDi sana diceritakan, dirinya bersama sejumlah nelayan lain hanya ingin melihat aksi demo warga LambuNamun saat itu, polisi mulai melakukan pengejaran terhadap warga, hingga sebagian melarikan diri melalui laut yang saat itu sedang surut‘’Saya bukan pendemo, tapi baru pulang melaut bersama beberapa orang teman dari JalaBegitu melihat saya, aparat polisi berpakaian preman menembak kaki sayaKarena dianggap melawan, kembali kaki kanan saya ditembak,’’ tuturnya. 

Kehadiran Komnas HAM sebelumnya sudah diketahui warga LambuTidak heran, kehadiran Tim Komnas HAM disambut antusias oleh warga LambuRatusan warga mengikuti dua orang dari Komnas HAM mulai dari Desa Melayu, hingga ke Desa RatoBahkan dengan sukarela mereka membonceng anggota Komnas HAM bersama sejumlah wartawan dengan sepeda motor merekaUntuk melihat langsung sejumlah warga yang diduga terkena tembakan peluru aparat yang dirawat di rumah masing-masing.

Kunjungan pertama di rumah Ismail, 60 tahun, warga Desa Rato, Kecamatan LambuKorban mengalami dua luka tembak pada bagian dada, lengan kanan, dan paha kiri

Selama ini korban hanya menjalani perawatan di rumahnya Rt 01, Rw 01, Desa Rato‘’Saya sudah angkat tangan pada polisi saat itu, tapi masih juga ditembak,’’ keluhnya pada anggota Komnas HAM.

Selain Ismail, sejumlah warga Lambu yang mengalami luka tembak peluru karet dari aparat saat insiden di Pelabuhan Sape, diantaranya Burhan asal Desa Soro; Gita, 30 tahun asal Desa Sumi yang mengalami luka tembak pada lengan kanan

Kemudian Muhammad Koli, 20 tahun asal  Desa Sumi; Qurais, 16 tahun warga Rato; Syaiful asal warga Rato; Ruslin, 25 tahun juga asal Rato; Ramli, 34 tahun asal Sumi; Bunyamin, 23 tahun asal Rato; Salfina Juliani, 15 tahun asal Sumi dan sejumlah warga lainJumlah warga luka tembak diperkirakan belasan orang.

Setelah melakukan pendataan jumlah korban luka tembak, Komnas HAM dihadirkan di lapangan sepakbola Desa RatoDitempat itu lebih seribu orang warga telah berkumpul, untuk mendengarkan penjelasan dari Komnas HAMSekaligus di tempat itu dikumpulkan sejumlah warga yang luka karena tertembak.

Dihadapan warga, Ridhal Saleh didamping Sriyana, staf bidang penyelidikan menyesalkan tindakan kekerasan dilakukan aparat kepolisian, terhadap rakyat yang mencari keadilan‘’Apa yang menjadi temuan kita, akan saya sampaikan langsung pada Ketua Komnas HAM,’’ katanya.

Dia meminta, agar tidak ada warga yang diinitimidasi, karena seharusnya masyarakat dilindungi keamanannya‘’Kita pernah turun di Lambu tahun 2010 laluSekitar September 2010 kita keluarkan rekomendasi pada Bupati Bima dan Kapolda NTB meminta penghentian sementara aktivias pertambangan di Kecamatan Lambu,’’ akunya.

Untuk menghindari konflik, diakui telah meminta kapolda melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakatSehingga konflik horizontal tidak terjadi‘’Begitu pula pada PT SMN, agar secara terbuka melakukan sosialisasi,’’ bebernyaKepada warga Lambu, Ridhal meminta untuk melakukan aktivitas seperti biasaTidak ada polisi yang akan melakukan sweping.

Di tempat terpisah, dua saksi mata kasus Sape berdarah, yakni Delian Lubis, Ketua LMND Kabupaten Bima mengatakan, aksi Sabtu lalu di Pelabuhan Sape bukanlah bentrok, melainkan aksi represif oleh polisi, karena memang tidak ada perlawanan dari masyarakat‘’Bisa dicari informasi tidak ada satupun dari polisi yang menjadi korban,’’ katanya.

Delian didampingi Ketua LMND NTB Andra Ashadi mengakui saat pembubaran massa, warga memang ada yang membawa senjata tajam (sajam) namun itu sebagai bekal untuk mengantisipasi, karena diperkirakan akan datang orang-orang suruhan yang bersiap mengintimidasi masyarakat LambuItu terbukti, saat aparat melakukan langkah represif di pagi buta, tidak ada satupun warga yang menggunakan sajam yang dibawaTapi, tetap saja polisi melakukan perbuatan diluar kewajaran.

‘’Saya melihat sendiri, tidak ada perlawanan dari wargaTapi tetap saja polisi bertindak seperti itu (represif, red)Sampai-sampai harus menggunakan peluru karet maupun peluru tajam,’’ sambungnya.

Sebelum tindakan represif dilakukan, kata pria 29 tahun ini, telah ada pertemuan antara pihak Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) dengan Kapolda NTB Brigjen Pol Arif WahyunadiDalam pertemuan tersebut muncul kesepakatan supaya sama-sama mendesak untuk pencabutan SK 188.

‘’Penyampaian itu sudah siap kami sampaikan kepada FRAT direncanakan disampaikan pada pukul 09.00 Wita, namun belum sempat kami sampaikan pukul 06.00 Wita sudah ada serangan dari polisi,’’ urainya.

Saat dibubarkan aparat, massa hanya sekitar seratusan orangMassa lainnya kembali ke rumah masing-masing untuk menyiapkan bekal‘’Posisinya saat itu jumlah polisi yang menyerang warga diperkirakan berjumlah seribuan orang, tidak ada sedikitpun warga yang melawanTapi bukannya mengendur, polisi justru menyerang dengan beringas,’’ tegasnya.

Delian bersama sejumlah masyarakat yang tergabung dalam FRAT harus lari menuju gunung untuk menghindari serangan polisiIa menilai penyerangan yang dilakukan oleh polisi sebagai bentuk pengingkaran pada kesepakatanKarena sebelumnya telah ada audisensi‘’Saat itu polisi bukan hanya membubarkan, tapi pengejaran terhadap wargaMereka yang terkena tembakan pun ada yang dibuang ke laut,’’ kata dia lagi.

Ia menolak bersama rekan-rekan LMND Kabupaten Bima disebut sebagai provokatorAksi dari FRAT adalah murni reaksi bersama warga terhadap aktivitas eksplorasi tambang yang dilakukan SMNAksi yang dilakukan sudah berlangsung satu tahun laluKenyataan memang tanggapan dari Bupati Bima Ferry, tidak pernah memuaskan dan cenderung meremehkanPenolakan yang dilakukan warga satu kecamatan akhirnya memanas dengan terjadinya pemblokiran pelabuhan.

‘’Tidak ada provokator, murni aksi bersamaKalau yang disebut sebagai provokator adalah yang mengeluarkan SK 188 untuk eksplorasi oleh SMN,’’ pungkasnya.(gun/cr-mis/feb)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Optimis Produksi Jagung Capai 1 Juta Ton


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler