Korupsi Kian Subur, KPK Harus Permanen

Rabu, 30 November 2011 – 21:12 WIB
Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yunus Husein, saat berbincang dengan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Adang Daradjatun di sela-sela uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Rabu (30/11). Foto ; Arundono W/JPNN

JAKARTA - Status lembaga ad hoc atau sementara yang disandang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih baik diakhiriSelanjutnya, KPK dijadikan lembaga permanen yang khusus bertugas memberantas korupsi

BACA JUGA: Busyro Dingin Tanggapi Tudingan Nazaruddin

Kebijakan ini perlu dilakukan karena korupsi sudah membudaya dan tak pernah henti.

Hal ini dikemukakan Yunus Husein, saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan pimpinan KPK di Komisi III DPR RI, Rabu (30/11)
"Permanenkan saja

BACA JUGA: Yunus Ditantang Tuntaskan Century

Tapi tugasnya secara bertahap bergeser ke pencegahan," kata Yunus


Selain alasannya korupsi tak pernah berhenti, Yunus juga belajar dari kebijakan pemerintah Singapura yang tetap mempertahankan lembaga sejenis yang sudah ada sejak tahun 50-an.

Menurut mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini, banyak hal yang perlu dibenahi KPK

BACA JUGA: Saksi Trauma, Penyelidikan Jembatan Ambrol Terkendala

Mulai dari mempererat koordinasi dengan aparat penegak hukum kejaksaan, kepolisian, MA, Kemenkumh HAM, sampai PPATKKhusus soal koordinasi dengan PPATK, hal ini menyusul keinginan Yunus agar ada kebijakan pembatasan transaksi tunai untuk mencegah penyuapan

Sementara aaat disinggung tentang ide Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD agar KPK membuat "kebun koruptor", Yunus menilai ide tersebut tak pasMenurut bekas pegawai Bank Indonesia ini, lebih baik koruptor menjalani kerja sosial di kampung halamannya sendiriDengan begitu, efek jera dan hukuman sosial benar-benar terlihat"Pakai baju khusus dan dijelaskan kasus korupsinya apa," jelas pria berbatik merah ini.

Soal lain yang harus dibenahi adalah perlindungan terhadap whistle blower dan justice collaboratorPembocor informasi akan adanya korupsi dan pelaku korupsi sekaligus pelapor seperti mereka, menurut Yunus, harus memiliki perbedaan perlakuan hukum dibanding pelaku utama.

Dalam praktiknya di Indonesia, justice collaborator seperti Agus Condro (terpidana kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI) disamakan hukumannya dengan anggota DPR RI lain"Saya dengar akan ada inpres yang mengatur whistle blower dan justice collaborator," tambah Yunus.(pra/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Janji Sikat Pengibar Bintang Kejora


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler