jpnn.com, AMBON - Koruptor ternyata bisa divonis hukuman mati di Indonesia.
Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, pasal terkait ancaman hukuman mati diatur dalam undang-undang.
BACA JUGA: Aset Terduga Teroris ini Sangat Fantastis, Begini Perinciannya
Tepatnya, Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal yang mengatur terkait ancaman hukuman mati diatur dalam Pasal 2 ayat 2.
BACA JUGA: Langgar Etik Berat, Penyelenggara Pemilu ini Dipecat
Menurut Ghufron, ancaman pidana mati hanya diberlakukan untuk tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dalam kondisi tertentu.
"Kondisi tertentu yang dimaksudkan seperti korupsi anggaran bencana alam, wabah Corona, maupun kondisi negara dalam keadaan krisis," ujar Ghufron di Ambon, Rabu (3/11).
BACA JUGA: Ribuan Personel TNI Polri Kembali Dikerahkan Buru Sisa Kelompok yang Masuk DPO ini
Ghufron menyatakan pandangannya usai sosialisasi pada acara 'Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Wilayah Maluku Tahun 2021 kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi'.
Menurutnya, Pasal 2 ayat 2 mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dalam kondisi-kondisi tertentu, misalnya krisis atau bencana alam maupun pandemi COVID-19.
"Tidak ada limit untuk nilai anggaran yang dikorupsi untuk pelanggaran seperti ini, terpenting ada kerugian negara yang sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, yaitu terjadi pada kondisi tertentu," katanya.
Untuk penanganan kasus korupsi di Maluku, kata Ghufron, KPK selalu berkoordinasi secara reguler dengan dinas pelayanan publik.
Selain itu, juga dengan aparat penegak hukum, seperti kepolisian, Kejaksaan, dan BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku.
Dia mengatakan bukan KPK saja yang melakukan proses penegakan supremasi hukum.
Aparat penegak hukum lainnya juga melakukan tugas sama agar linier di hadapan rakyat Indonesia.
Proses penegakan supremasi hukum mau dilaksanakan oleh siapa pun tetap satu, perlakuan yang sama.
"Kalau ada laporan dugaan tindak pidana korupsi tentunya dilakukan penindakan. Kalau ada dugaan maka KPK akan melakukan penyelidikan sampai ke penuntutan," katanya.
Terkait pelaksanaan rakor yang dipandu Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury, dia menyatakan semangat KPK bersama legislatif bersama-sama mengawasi, mengawal, mengontrol dan meregulasi Provinsi Maluku dalam memajukan daerah menjadi adil dan makmur.
"Karena sesungguhnya DPRD adalah lembaga yang didirikan oleh negara untuk mengontrol. KPK untuk semangat dan fungsinya sama, yakni mengawasi dan penegakan hukum," katanya.
Ghufron menyebut DPRD berfungsi melakukan kontrol secara politik, sementara KPK mengawasi secara perspektif hukum, tetapi semangat dan tujuannya sebenarnya sama.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang