Kota Hujan pun Alami Kekeringan

Rabu, 13 September 2017 – 14:18 WIB
Suasana di halaman belakang Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (30/6). Foto: M. Fathra NI/JPNN.com

jpnn.com, BOGOR - Bencana kekeringan tidak hanya terjadi di wilayah Jawa Timur, Bogor yang dijuluki kota hujan pun merasakan musim kemarau tersebut.

Warga harus bersusah payah untuk sekadar mendapatkan seember air bersih.

BACA JUGA: Hasil Rapat di Istana: Kekeringan Belum Darurat

Dari pantauan Radar Bogor (Jawa Pos Group), kekeringan, antara lain, terjadi di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Nunik, 23, warga RT 01/03, Desa Kalongliud, harus menempuh jarak 4 kilometer untuk sekadar mencuci dan membawa air dari anak sungai Cikaniki.

Sebab, sumur bor di rumahnya sudah tidak mengeluarkan air.

BACA JUGA: Bupati Nganjuk Nyatakan Darurat Bencana Kekeringan

''Kemarin hujan, tapi belum ada air juga di rumah. Belum ngalir airnya,'' ungkap perempuan muda itu dalam bahasa Sunda (10/9).

Camat Nanggung Mulyadi membenarkan kondisi itu. Sumber air di wilayahnya bertumpu pada mata air dan Setu Cigudeg.

BACA JUGA: Jokowi Siapkan Langkah-Langkah Atasi Bencana Kekeringan

Ketika kemarau panjang, situ itu pun ikut kering. Terlebih, situ tersebut kini dikelilingi perkebunan sawit.

''Kalau sumur di sini, sudah susah. Menggali sudah 20 meter, masih tidak ada airnya. Soalnya dikelilingi kebun sawit. Jadi, benar-benar mengandalkan mata air sama situ. Kalau sudah kemarau panjang, seperti tahun lalu, susah,'' ungkap Iwan Somantri, 45, tokoh masyarakat Desa Cigudeg.

Di Kecamatan Leuwisadeng, kekeringan melanda sejumlah titik. Antara lain, Kampung Leuwi Bengkok, Desa Sadeng. Sudah sepekan ini warga mengandalkan air sungai yang keruh untuk mandi, cuci, dan kakus.

Sumur-sumur di rumah mereka sudah mengering. ''Dipompa gak mau naik (air sumur). Jadi, ambil ke sungai buat mandi, cuci piring, cuci baju. Kalau buat masak, beli air galon,'' tutur Nanik Andriani, 28, warga Sadeng.

Di Ngawi, Jawa Timur, 52 ribu kepala keluarga (KK) harus bergelut dengan kekeringan.

Warga dari 45 desa itu harus berjuang ekstrakeras untuk mendapatkan air bersih.

Fenomena tersebut nyaris terjadi setiap musim kemarau. Termasuk tahun lalu ketika terjadi La Nina alias kemarau basah.

Bisa dibayangkan, kondisi tahun ini akan jauh lebih parah karena diprediksi terjadi El Nino.

''Kalau kemarau lebih panjang, kemungkinan bisa bertambah lagi (desa yang mengalami kekeringan, Red),'' kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Ngawi Eko Heru Tjahojono kemarin.

Kekeringan terparah terjadi di Ngawi wilayah barat, utara, dan timur.

Membentang mulai Mantingan, Karanganyar, Kedunggalar, Pitu, Ngawi, Kasreman, Padas, Bringin, dan Karangjati.

''Sumber air di kawasan tersebut minim,'' ucap Heru.

Untuk membantu warga, BPBD mendistribusikan air dari rumah ke rumah.

Desa yang ingin mendapatkan drop air harus mengajukan melalui kepala desa.

Wardi, salah seorang warga Desa Sumberbening, Kecamatan Bringin, Ngawi, mengungkapkan, sudah dua bulan terakhir warga merasakan bencana kekeringan.

Dia menyatakan, ada ratusan KK di desanya yang mengalami kesulitan air bersih.

''Sumur sudah mengering. Air bersih hanya untuk minum dan masak. Untuk mandi sudah jarang,'' jelasnya.

Sejumlah warga di desanya memilih berjalan kaki sejauh 2 kilometer ke lokasi sumber mata air di kawasan hutan.

''Itu juga kalau airnya masih ada. Kadang sudah habis,'' ungkapnya. (odi/ota/c5/ang/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 13 Kabupaten di Jatim Darurat Bencana Kekeringan


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler