jpnn.com - JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kembali menggelar sidang kedua dugaan pelanggaran kode etik seluruh komisioner KPU Deli Serdang, Sumatera Utara di Gedung DKPP, Jalan MH.Thamrin, Jakarta, Selasa (11/2).
Sidang digelar dengan menghadirkan saksi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatera Utara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumut, serta Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Deli Serdang, sebagai pihak pihak terkait.
BACA JUGA: Panwaslu- KPU Kewalahan Menghadapi Caleg
Mereka dimintai keterangan terkait pernyataan-pernyataan pengadu dan teradu dalam sidang sebelumnya. Selain itu juga dihadirkan sejumlah saksi yang melihat langsung pelaksanaan pemilihan ulang di kedua TPS dimaksud.
Salah seorang saksi yang dihadirkan pengadu dalam sidang kali ini bernama Sumarno. Ia merupakan saksi salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati di TPS 40, Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal.
BACA JUGA: KPU Libatkan Polri Awasi Pemilu di Luar Negeri
Di hadapan Ketua Majelis Sidang, Sumarno mengaku melihat langsung proses pembukaan kotak suara di TPS 40. Namun dalam kotak suara yang sebelumnya tersegel tersebut ternyata tidak ada sama sekali surat suara. “Yang ada di situ hanya formulir C1 dan plano perolehan suara. Ini mengherankan,” ujarnya di Jakarta.
Atas keterangan tersebut, teradu Ketua KPU Deli Serdang, Mohamad Yusri, tidak membantah. Namun menurutnya, ketiadaan surat suara dalam kotak suara di TPS 40 dan 18 Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, baru diketahui ketika dilakukan pembukaan kotak. Dan semua saksi pasangan calon serta Panwaslu, sudah mengetahuinya. Dia juga mengaku sudah melaporkan hasil penghitungan ulang itu ke MK.
BACA JUGA: Kemenhut Belum Laporkan Data Bansos
“Pada prinsipnya MK telah menerima hasil penghitungan ulang. Untuk dua TPS, yakni TPS 18 dan 40, MK memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang,” ujarnya.
Menanggapi keterangan saksi dan jawaban teradu, Ketua Majelis Sidang, Saut Hamonangan Sirait yang didampingi Anggota Nur Hidayat Sardini, Anna Erliyana, menganggap persoalan tiadanya surat suara dalam dua TPS tersebut persoalan serius. Kalau betul sampai hilang, kata Saut, itu menjadi tanggung jawab besar bagi penyelenggara pemilu.
“Hilangnya perangkat pemilu seperti surat suara itu sama halnya hilangnya kehormatan penyelenggara Pemilu. Surat suara merupakan dokumen negara yang harus diselamatkan. Menghilangkannya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Itu menjadi urusan polisi,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, sidang dugaan pelanggaran kode etik lima komisioner KPU Deli Serdang, Sumatera Utara, digelar atas pengaduan Hadi Ismanto. Pada sidang perdana Selasa (4/2) lalu, Hadi menuding KPU Deli Serdang tidak melakukan penghitungan ulang di dua tempat pemungutan suara (TPS). Masing-masing TPS 18 dan 40 Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal.
Tindakan KPU Deli Serdang tersebut dianggap tidak sesuai dengan perintah putusan sela Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan penghitungan ulang seluruh surat suara pada Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Deli Serdang. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Surat Suara Tunanetra Terbatas, KPU Ogah Disebut Diskriminatif
Redaktur : Tim Redaksi