jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Adib Alfikri yang akan mengkaji ulang aturan diskriminatif. Menyusul mencuatnya kasus di SMK 2 Padang.
Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan, kepala dinas dalam waktu dekat mengirimkan surat edaran kepada kepala SMA/SMK, yang dikelola provinsi.
BACA JUGA: Sekolah Paksa Siswi Nonmuslim Pakai Jilbab, Kepsek Bilang Begini
Melalui surat edaran itu, dinas meminta sekolah untuk mengkaji ulang aturan-aturan yang berpontensi memunculkan intoleransi.
Sementara untuk SD dan SMP yang dikelola kabupaten/kota, Adib akan berkoordinasi dengan kepala disdik kabupaten/kota terkait aturan ini.
BACA JUGA: Pengakuan Bu Guru SA Nekat Membawa KJV, Ya Ampun
"Langkah Kadisdik Sumbar ini layak diapresiasi karena langsung bergerak," kata Retno di Jakarta, Selasa (26/1).
KPAI berharap kasus SMKN 2 Kota Padang menjadi pintu masuk bagi pembenahan dan evaluasi berbagai aturan di sekolah dan di daerah yang diskriminatif dan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) atau hak-hak anak sebagai diatur dalam UU Perlindungan Anak.
BACA JUGA: LR Sudah Dikepung Massa
"Apalagi banyak survei dan penelitian yang memberikan fakta lapangan bahwa terjadi praktik-praktik intoleransi di sekolah, di berbagai daerah," ujarnya.
Retno memaparkan, penelitian terkait ada atau tidaknya praktik intoleransi di sekolah dilakukan oleh beberapa lembaga, di antaranya Setara Institute dan Wahid Institute.
Menurut hasil penelitian dari Wahid Institute, sebagian guru, termasuk kepala sekolah, cenderung lebih memprioritaskan kegiatan atau pun nilai-nilai agama mayoritas saja.
Selain itu, sebagian guru juga dinilai tidak bisa membedakan antara keyakinan pribadinya dengan nilai dasar toleransi yang seharusnya diajarkan kepada muridnya.
Salah satunya terjadi di Bali pada 2014. Saat itu terjadi kasus pelarangan penggunaan jilbab di beberapa sekolah seperti SMPN 1 Singaraja dan SMAN 2 Denpasar.
Selain itu Juni 2019 lalu, surat edaran di Sekolah Dasar Negeri 3 Karang Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta, menimbulkan kontroversi karena mewajibkan siswanya mengenakan seragam muslim.
Intoleransi juga sempat terjadi di SMAN 8 Yogyakarta karena kepala sekolahnya mewajibkan siswa untuk mengikuti kemah di Hari Paskah.
Protes yang dilakukan sebelumnya oleh guru agama Katolik dan Kristen tidak ditanggapi kepala sekolah yang pada akhirnya mengubah tanggal perkemahan setelah ada desakan dari pihak luar.
Pada awal 2020, seorang siswa aktivis Kerohanian Islam (Rohis) SMA 1 Gemolong, Sragen, merundung siswi lainnya karena tidak berjilbab. Kasus tersebut kemudian viral dan menarik begitu banyak perhatian.
Pada akhirnya siswi yang dirundung pindah sekolah ke kota lain, karena ia merasa tidak aman dan nyaman dengan cara temannya yang terlalu jauh memasuki privasi dirinya.
"Kasus itu memprihatinkan, apalagi terjadi di sekolah negeri. Sekolah semestinya menjadi tempat yang paling aman dan nyaman untuk tumbuh kembang anak," kata Retno.
Potensi intelektual dan spiritual (keagamaan) diasah sedemikian rupa hingga kelak menjadi bekal bagi dirinya untuk hidup di masa depan. Nyatanya, sekolah terkadang menjadi tempat yang tidak ramah bagi siswa yang berbeda.
Dari berbagai kasus intoleransi dan diskriminasi yang terjadi di sekolah, KPAI mendorong pengarusutamaan nilai-nilai kebinekaan di sekolah-sekolah negeri. Sekolah harus menjadi tempat strategis membangun kesadaran kebinekaan dan toleransi.
"Upaya-upaya yang bisa dilakukan dengan peningkatan kapasitas kepala sekolah, guru-guru, termasuk pejabat di dinas pendidikan atau kementerian pendidikan,” ujarnya.
Retno menambahkan, harus ada partisipasi orang tua (ortu) murid untuk memastikan agar anak-anak mereka tidak mengalami diskriminasi atau mengambil jalan pemahaman intoleran.
Mereka bisa melaporkan kasus-kasus diskriminasi kepada lembaga pengawas ekstrenal seperti Ombudsman atau organisasi masyarakat sipil yang bergerak di isu ini.
"Bisa pula memaksimalkan peran forum guru. Forum guru bisa menjadi tempat di mana mereka bisa bersama-sama mencari solusi membangun nilai-nilai toleransi," kata Retno Listyarti. (esy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad