KPK Akui Kesulitan Tuntaskan Skandal BLBI, Mau Tahu Sebabnya?

Rabu, 28 Oktober 2015 – 21:29 WIB
Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pengusutan kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) lama tak terdengar perkembangannya. Padahal, kebijakan yang dibuat di masa Presiden Megawati Soekarnoputri itu diduga menyebabkan negara tekor hingga ratusan triliun rupiah.

Saat ditanya mengenai hal ini, Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji menegaskan bahwa penyelidikan kasus BLBI jalan terus. Menurutnya, saat ini komisi antirasuah masih melakukan pengumpulan bukti dan keterangan dari sejumlah pihak.

BACA JUGA: Pandji Pragiwaksono dan Jurus Kalahkan Pembajakan

"Masih terus berproses. Pengumpulan keterangan-keterangan masih terus," ungkap Indriyanto, Rabu (28/10).

Indriyanto mengakui KPK menghadapi kendala dalam mengusut skandal rasuah yang disebut-sebut melibatkan banyak orang penting ini. Pasalnya, peristiwa yang diduga mengandung unsur tindak pidana korupsi terjadi belasan tahun lalu.

BACA JUGA: Luhut Anggap Pansus Asap hanya Timbulkan Polemik

"Karena itu perlu waktu yang cukup terkait pembuktiannya," tandas Indriyanto.

KPK sebelumnya sudah memanggil sejumlah terperiksa terkait perkara ini. Termasuk di antaranya menteri-menteri era Presiden Megawati seperti Kwik Kian Gie, Ary Sutha, Dorodjatun Kuntjoro Djakti, Laksamana Sukardi dan Rizal Ramli. Mereka dikorek informasi seputar proses turunnya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang menjadi dasar hukum pemberian SKL.

BACA JUGA: Menteri Tjahjo Ungkap Penyebab Penyalahgunaan Dana Bansos

Bambang Widjojanto saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua KPK mengutarakan ada temuan-temuan baru dalam penyelidikan tersebut. Temuan itu makin menguatkan dugaan banyak masalah dalam penerbitan SKL.

Bambang pernah mengatakan, setidaknya ada empat pola yang menjadi fokus penyelidikan. Pertama, ada SKL yang diterbitkan dengan proses dan jaminan yang betul-betul jaminan yang diberikan untuk SKL sesuai dengan fakta. Kedua, ada potensi jaminan itu tak sesuai yang dijaminkan.

Ketiga, ada jaminan aset yang diberikan sebagai pembayar utang tapi asetnya belum cukup lengkap dan ketidaklengkapan itu diketahui, tapi tetap diberikan SKL. Terakhir, SKL ini akan diberikan, tapi pelaksanaanya tidak sesuai.

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) diketahui mengeluarkan SKL dengan didasari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2002. Inpres itu sendiri populer dengan sebutan Inpres Release dan Discharge yang berisi pemberian jaminan kepastian hukum terhadap debitur yang telah menuntaskan kewajibannya.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang sudah dikucurkan ke 48 bank umum nasional, negara dirugikan sebesar Rp 138,4 triliun. 

Sedangkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan terdapat penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun dari 42 bank penerima BLBI. BPKP bahkan menyimpulkan Rp 53,4 triliun dari penyimpangan itu terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Walhi: Jokowi Menyerahkan Penyelesaian Kebakaran Hutan kepada Hujan.. hihihi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler