jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pencalonan anggota legislatif berasal dari mantan narapidana korupsi sebagai pendidikan politik tidak baik oleh partai.
Hal ini disampaikan menyusul Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kembali mengumumkan 32 nama baru caleg eks koruptor pada Pemilu 2019.
BACA JUGA: Bersih dari Mantan Koruptor Jadi Modal Kuat PSI
BACA JUGA : Sibuk Tuding Kebocoran Anggaran, Pak Prabowo Lupa di Partainya Ada Caleg Koruptor
Jika sebelumnya ada 49 daftar caleg, saat ini total terdapat 81 caleg, baik DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, maupun DPD.
BACA JUGA: Sibuk Tuding Kebocoran Anggaran, Pak Prabowo Lupa di Partainya Ada Caleg Koruptor
KPK mengingatkan berkali-kali agar caleg pernah terlibat korupsi tidak dipilih. Hal itu demi mewujudkan pemerintahan yang bersih.
"Jangan yang pernah terlibat korupsi. Kami mendukung dan memang kami itu waktu ketua KPU ke sini, kami sampaikan, kami mendukung, umumkan saja. Bahkan, KPK mungkin akan memuat, ya kalau memungkinkan di website KPK kan itu lebih bagus," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dihubungi, Minggu (23/2).
BACA JUGA: Muzani: Asal Hak Politik Tidak Dicabut, Boleh jadi Caleg
BACA JUGA : KPU Siapkan Aturan agar Parpol Tak Usung Caleg Koruptor
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, masyarakat perlu memiliki kesadaran dalam memilih wakilnya di parlemen. Oleh karena itu, semua pihak harus terlibat dalam mengampanyekan bahayanya caleg eks koruptor.
"Kalau hanya memilih misalnya berdasarkan uang yang diberikan maka artinya pemilih berkontribusi untuk tidak mewujudkan Indonesia yang lebih baik ke depan. Jadi kita perlu jauh lebih hati-hati untuk memilih dan pilihlah orang-orang yang punya rekam jejak atau latar belakang yang bisa dipertanggungjawabkan dan tidak terkait kasus korupsi," katanya.
Rohaniawan dan budayawan Franz Magnis Suseno menambahkan, pengajuan caleg yang pernah dijatuhi hukuman dan dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi adalah pendidikan yang buruk.
BACA JUGA : MUI: Jangan Pilih Caleg Koruptor !
Apalagi, masyarakat harus memilih di antara partai-partai politik yang mengusung caleg eks napi korupsi, kecuali dua partai yakni PSI dan NasDem.
"Untuk pendidikan etika politik untuk masyarakat itu suatu signal yang buruk. Di situ tentu kriterianya juga apa yang menjadi program partai dan sebagainya, jadi sangat sulit melarang hal itu. Karena ada pertimbangan macam-macam," kata pria yang akrab disapa Romo Magnis itu.
Romo Magnis berharap adanya kesadaran masyarakat bahwa caleg-caleg yang pernah dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi, seharusnya tidak dapat tempat di dalam politik.
"Mereka mewakili rakyat, demokrasi itu kekuasaan rakyat. Kalau dewan itu semakin banyak terdiri dari orang-orang yang memanfaatkan situasi untuk diri sendiri bahkan dengan tidak jujur amat membahayakan demokrasi," katanya.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai memang sudah tepat KPU mengumumkan daftar tersebut untuk memenuhi tanggung jawab.
Setelahnya, baru diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih caleg yang memiliki catatan bersih.
"Biar nanti hasil pemilu kita lihat apakah masyarakat memilih atau tidak atau masyarakat memberikan mantan napi koruptor kesempatan. Kalau suara anjlok artinya jangan mengulangi kembali," kata dia.
Dari pengumuman KPU, muncul bahwa Partai Hanura jadi partai dengan jumlah caleg mantan koruptor terbanyak yakni 11 orang. Disusul Partai Golkar dan Partai Demokrat dengan masing-masing 10 orang. Kemudian ada Partai Berkarya dengan 7 orang, Partai Gerindra 6 orang, PAN 6 orang, Partai Perindo 4 orang, PKPI 4 orang, PBB 3 orang, dan PPP 3 orang. Lalu ada PKB 2 orang, PDIP 2 orang, Partai Garuda 2 orang, dan PKS 2 orang. NasDem dan PSI nihil. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanda Khusus di Surat Suara Buat Caleg Mantan Koruptor
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga