KPK Buka Peluang Periksa Hakim MK Lainnya

Minggu, 06 Oktober 2013 – 01:38 WIB

JAKARTA--Para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus siap diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan kalau pihaknya tidak ingin terjebak pada sosok Ketua MK Akil Mochtar saja. Itulah kenapa, lembaga antirasuah itu membuka peluang untuk memeriksa hakim konstitusi lainnya.
    
Samad mengatakan, KPK sedang mengembangkan berbagai kemungkinan. Termasuk, melihat lebih jauh ada tidaknya hakim lain yang terlibat dalam lingkaran suap kepada Akil Mochtar. Apalagi, lazim saat mengurus perkara dibahas dalam sebuah panel. "Kita yakin, kemungkinan kasus ini masih bisa dikembangkan," ujarnya.

Nah, dalam kasus Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Selatan misalnya, panel terdiri dari hakim Akil Mochtar, Anwar Usman dan Maria Farida. Nama yang sama juga tercatat menjadi hakim sengketa Pilkada Lebak, Banten. Apakah kedua hakim itu yang akan diperiksa dalam waktu dekat, Samad belum bisa memastikan.

BACA JUGA: Aneh, Swasta Duluan Diadili Tapi Pejabat Penerima Suap Masih Dicari

"Masih didalami karena kita tidak mau terjebak pada satu tersangka saja, masih melihat kemungkinan ada orang-orang lain yang terlibat," jelasnya. Soal pemanggilan, Samad menyebut semua yang dibutuhkan keterangannya bakal dipanggil. Siapapun itu, termasuk dua hakim panel lainnya.

Mantan Ketua MK Mahfud MD mengaku siap diperiksa KPK jika memang lembaga antirasuah itu membutuhkan keterangannya. "Saya jawab dengan tegas, saya siap diperiksa. Kalau perlu usulkan saja ke KPK," ujar Mahfud menanggapi pertanyaan apakah dia siap diperiksa terkait kasus yang membelit Akil Mochtar.

BACA JUGA: Ketua DPR: Banyak Praktek Penyelengaraan Negara Langgar UUD 45

Tidak menuntup kemungkinan KPK bakal meminta keterangan Mahfud untuk mengembangkan perkara Akil. Sebab ada dugaan Akil bermain dalam sejumlah sengketa pilkada yang melibatkan dinasti Ratu Atut Chosiyah. Nah dalam sidang sengketa pilkada itu beberapa diantaranya dipimpin oleh Mahfud.

Dalam catatan Jawa Pos, ada sejumlah sengketa pilkada di MK yang dimenangkan oleh dinasti Atut. Yakni Pilbup Pandeglang (2011), Pilwali Tangerang Selatan (2010-2011), Pilgub Banten (2011), Pilbup Lebak (2013) dan Pilwali Serang (2013) dan Pilwali Tangerang.

BACA JUGA: Gagal Amankan Ruhut, Nurhayati Bisa Tergusur

Mahfud mengatakan memang tidak menutup kemungkinan ada hakim lain yang tersangkut perkara Akil. Sebab putusan MK memang tidak diputuskan sendiri oleh seorang ketua. "Kalau kemudian ada dugaan keterlibatan hakim lain ya tidak menutup kemungkinan," paparnya.

Meski begitu, bisa saja dalam perkara itu Akil bermain sendiri. Modusnya setelah ada putusan, hakim mengontak pihak yang berperkara terutama yang dimenangkan. Misalnya hakim mengontak pengacara pihak yang berperkara dan mengaku sanggup memenangkan. Padahal kenyataannya sudah ada putusan MK.

Menurut Mahfud muncul pernyataaan menggelikan bahwa dirinya harus bertanggungjawab terhadap kehadiran Akil di MK selama ini. Menurut dia, hal tersebut merupakan pernyataan nyaco, sebab kehadiran Akil di MK bukan atas pilihan Ketua MK. "Hakim MK itu dipilih DPR," ujarnya.

Sementara, di Istana Negara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganggap genting kondisi MK pasca penangkapan Akil Mochtar. Kemarin (5/10), usai menghadiri  HUT TNI di Bandara Halim Perdana Kusuma, SBY menggelar rapat bersama para pimpinan lembaga negara seperti Ketua DPR RI Marzuki Alie, Ketua MA Hatta Ali, Ketua KY Suparman Marzuki, Ketua BPK Hadi Purnomo, Ketua MPR Sidarto Danusubroto dan Ketua DPD Irman Gusman.

Rapat yang berlangsung di Kantor Presiden tersebut menghasilkan sejumlah keputusan. Diantaranya, SBY akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk mengatur proses rekrutmen hakim dan peradilan di MK. "Saya, Presiden berencana menyiapkan Perpu, untuk saya ajukan ke DPR RI, yang antara lain akan mengatur persyaratan, aturan dan seleksi hakim MK. Ini penting. Sesuai semangat yang ada dalam UUD 1945, substansi perpu ini perlu mendapat masukan dari tiga pihak, presiden sendiri, DPR dan MA," papar SBY usai rapat di Kantor Presiden, kemarin.

SBY melanjutkan, perpu tersebut nantinya juga mengatur tentang proses peradilan di MK. Dia berharap Komisi Yudisial diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap hakim MK. Sebab, menurut dia, sistem politik yang baik, adalah dimana tidak ada satupun kekuasaan yang tidak diawasi. "Power must go on checked. Kalau mau sehat kehidupan poltik di negeri kita lembaga manapun harus ada yang mengawasi, kalau tidak ada yang mengawasi, itu sangat mudah disalahgunakan," paparnya.

Namun, Presiden berusia 64 tahun itu mengakui bahwa perpu tersebut rawan dibatalkan di MK sendiri. Karena itu, dia menegaskan agar perpu yang nanti diterbitkan tersebut tidak mudah diajukan pembatalannya di MK. "Kalau itu terjadi, tidak yang kita dilakukan untuk perbaikan. Kami merasakan, banyak proses di negeri ini dalam pemilihan dan penetapan jabatan terntu sangat dipengaruhi kepentingan politik, sangat berbahaya kalau ini mencederai dan berpengaruh pada  tugas mereka yang diangkat karena pertimbangan politis lalu harus menjalankan tugas dengan baik," paparnya.

Di samping soal perpu, SBY melanjutkan, hasil rapat tersebut juga memutuskan bahwa harus dilakukan audit internal dan audit eksternal oleh lembaga yang berwenang. Dia juga sempat mendengar permintaan dari sejumlah pihak, agar seluruh hakim MK mengundurkan diri. "Tapi soal itu saya serahkan seluruhnya kepada MK," lanjutnya.
     
Dalam kesempatan tersebut, SBY juga menyatakan secara resmi pihaknya memberhentikan sementara Akil Mochtar. "Saya lakukan sesuai ketentuan dan mekanisme yang berlaku," katanya.
     
SBY menuturkan, pasca penangkapan Akil, dirinya banyak menerima masukan bahkan kritikan dari berbagai pihak, baik melalui SMS atau media social. Dia mengatakan, sebagian besar pesan tersebut bernada keras dan emosional. Salah satunya, ada pihak yang meminta dirinya mengeluarkan dekrit untuk membubarkan atau membekukan MK. Namun, dia menegaskan, hal tersebut tidak bisa dilakukan.
     
"Tentu Presiden tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk mengeluarkan dekrit atau membubarkan atau membekukan lembaga yang diatur UUD.  Ada juga yang meminta Presiden menetapkan hukuman mati bagi koruptor. Untuk juga diketahui oleh rakyat, presiden tidak bisa menetapkan seseorang katakanlah hukuman mati, hukuman apapun, sedang, ringan, yang menetapkan adalah majelis hakim. Saya tahu, rakyat ingin tindakan yang cepat dan tegas. Tapi tindakan itu tidak boleh m"langgar Undang Undang," jelasnya.

Menyoal pengawasan hakim MK oleh KY, Ketua KY Suparman Marzuki menuturkan bahwa secara konstitusional, kewenangan tersebut belum ada. Karena itu, pihaknya berharap, perpu yang akan diterbitkan tersebut bisa memulihkan kembali kewenangan yang pernah dimiliki lembaganya tersebut.

"Mudah-mudahan bisa segera keluar (perpu) dan bisa mengambil peran menyelamatkan konstitusi. Dengan adanya perpu ini artinya ada harapan ke depan dan kita patut mengapresiasinya bahwa upaya perbaikan MK ini ada harapan," ujar Suparman di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.(dim/gun/ken/dod/byu/dyn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Mewanti-wanti MK Jangan Batalkan Perppu yang Disiapkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler