jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami lebih lanjut peran Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Oon Nushihono dalam sejumlah aktivitas bisnis perusahaan yang melantai di bursa dengan kode emiten SMRA itu.
Melalui Oon Nushihono, lembaga antokorupsi bakal melihat lebih jauh sejumlah proyek Summarecon Agung, di Bekasi dan Bogor.
BACA JUGA: KPK Tetapkan Wali Kota Yogyakarta dan Petinggi Summarecon Agung Sebagai Tersangka
Oon Nushihono merupakan pihak yang ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta.
Dalam sengkarut kasus itu, Oon diduga memberikan mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti sebesar USD 27.258.
BACA JUGA: Sebegini Dolar untuk Menyuap Haryadi agar Apartemen Summarecon Pelanggar Aturan Bisa Berdiri
Nama Oon Nushihono juga muncul dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi atau Pepen. Namanya muncul lantaran menjadi salah satu pihak yang dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Pepen pada 11 April 2022 lalu.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK terhadap Rahmat Effendi, PT Summarecon Agung juga disebut memberikan gratifikasi senilai Rp 1 miliar kepada Pepen.
BACA JUGA: Rahasiakan Alasan Periksa Bendum PBNU, KPK Berkilah Begini
Diduga gratifikasi berupa uang dari Summarecon itu diterima melalui yayasan miliknya dan keluarga, yakni Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya. Penerimaan itu terjadi dua tahap, yakni sebesar Rp 500 juta pada 29 November 2021 dan Rp 500 juta pada 7 Desember 2021.
"Pasti nanti kita akan lihat, ya, dalam hal ini, kan, masih terkait dengan perizinan IMB di Yogyakarta. Apakah yang bersangkutan (Oon Nushihono) juga ke Bekasi ke Bogor atau ke mana. Di mana ada proyek-proyek PT SA (Summarecon Agung) melakukan hal yang sama (dugaan praktik suap) tentu nanti akan dilihat di dalam proses penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dikonfirmasi, Jumat (4/6).
Proses penyidikan kasus dugaan suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta menjadi pintu masuk KPK menelusuri lebih lanjut dugaan praktik rasuah.
KPK memastikan tidak menoleransi Summarecon Agung apabila ditemukan bukti kuat menggunakan jalan rasuah dalam mengembangkan bisnisnya.
"Semuanya bergantung kepada kecukupan alat bukti," ucap Alex.
Dalam kasus dugaan suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta, maupun gratifikasi dan TPPU yang menjerat Rahmat Effendi, andil korporasi Summarecon Agung tak luput dari pantauan KPK. KPK berjanji bakal mendalami keterlibatan korporasi PT Summarecon Agung dalam sengkarut rasuah tersebut.
"Tentu nanti akan didalami apakah uang yang diberikan itu tersebut itu diambil dari kasnya Summarecon atau atas persetujuan dari Dewan Direksi mengetahui," ujar Alex.
Alex mengatakan apabila Summarecon menjadikan suap sebagai kebijakan korporasi, misalnya menyetujui atau mengetahui untuk memberikan imbalan di balik pengurusan perizinan, maka hal itu merupakan pidana.
"Berarti, kan, korporasi terlibat dalam proses penyuapan dan diketahui oleh PT SA," tutur Alex.
KPK sejauh ini baru menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta.
Keempat tersangka itu, yakni Oon Nusihono, Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022 Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan ajudan atau aspri Haryadi, Triyanto Budi Yuwono.
Dalam OTT ini, Tim Satgas KPK mengamankan 10 orang dari sejumlah tempat dan barang bukti berupa uang senilai USD 27.258 ribu yang diduga suap.
Dalam perkara ini, KPK menduga Haryadi Suyuti bersama-sama Nurwidhihartana dan Triyanto menerima suap dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Oon Nusihono.
Oon diduga menyuap Haryadi untuk mengamankan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya.
Atas dugaan tersebut, Oon yang diduga sebagai pihak pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Haryadi, Nurwidhihartana dan Triyanto yang diduga pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (tan/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oalah, Ternyata Gegara Kasus Ini Wali Kota Yogyakarta Ditangkap KPK
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga