KPK Didesak Pecat Novel Baswedan Cs, Chandra Membela, Begini Kalimatnya

Rabu, 15 September 2021 – 11:30 WIB
Penyidik Novel Baswedan yang terancam yang dinyatakan tak lulus TWK dapat pembelaan dari Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menanggapi desakan kepada pimpinan KPK agar segera menerbitkan SK Pemberhentian secara definitif terhadap Novel Baswedan cs dari lembaga antirasuah itu.

Dalam pendapat hukumnya yang diterima JPNN.com, Chandra menyinggung soal tes wawasan kebangsaan atau TWK KPK dan peradilan atas pikir.

BACA JUGA: Segera Terbitkan SK Pemberhentian Terhadap Novel Baswedan Cs

Chandra awalnya menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan KPK Watch terkait pasal peralihan status dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

"Perlu dipahami dalam putusan MK RI yang menyatakan TWK sah dan konstitusional yang dimaksud adalah KPK memiliki kewenangan untuk melakukan tes atau ujian seleksi sebagai pegawainya," kata Chandra kepada JPNN.com, Selasa (14/9) malam.

BACA JUGA: Viral, Santri Menutup Telinga saat Mendengar Musik, Reza Indragiri: Mereka Penghafal Al-Quran

Hal itu, lanjut dia, sama seperti seseorang yang melamar pekerjaan ke perusahaan dan melalui tahapan seleksi atau masyarakat yang mengikuti seleksi CPNS.

Dalam konteks itu, Chandra menilai tidak ada persoalan, tetapi masalahnya ada pada tataran teknis TWK.

BACA JUGA: Petisi Tambahkan Afirmasi PPPK Guru 2021 Ini untuk Pak Jokowi & Mas Nadiem

"Meskipun MK telah putuskan bahwa TWK konstitusional, bukan berarti jika ada pelanggaran dalam proses TWK kemudian dibenarkan. Ini mengikuti logika putusan MK, MK hanya memeriksa normanya, yang diuji dengan konstitusi," tuturnya.

Adanya persoalan di tataran teknis pelaksanaan TWK menurut dia didasarkan pada temuan Ombudsman RI yang menyatakan terjadi penyimpangan prosedur, penyalahgunaan kekuasaan, dan maladministrasi dalam proses TWK pegawai KPK.

Ombudsman lantas meminta KPK dan BKN melakukan sejumlah tindakan korektif. Hal itu menurut Chandra, diperkuat dengan temuan dari Komnas HAM yang telah menyimpulkan ada pelanggaran HAM terkait alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui TWK.

"Serta penegasan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No. 70/PUU-VIII/2019. MK menegaskan bahwa pengalihan status pegawai KPK jadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK," ujar dia.

Chandra yang juga ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) saya berpendapat bahwa TWK adalah peradilan atas pikiran.

Dia bahkan menyebut peradilan atas isi kepala adalah hal yang keji. Mulai dari yang mendakwa, sampai yang menghakimi, pasti kesulitan dalam pembuktian. Untuk itu, Chandra menyatakan tak seorang pun boleh dihukum karena isi pikiran apalagi wawasannya. Termasuk Novel Baswedan cs.

"Kalau isi pikiran bisa dihukum, niscaya kita semua akan jadi kriminal. Kita perlu waspada akan kemungkinan bahaya kekuasaan yang hendak mengendalikan isi pikiran (thought policing), menghukum isi pikiran warganya (thought crime), dengan mengatasnamakan Pancasila, wawasan kebangsaan, atau yang lainnya," tandas Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler