KPK Dinilai Tak Berwenang Menjerat Fredrich Yunadi

Jumat, 18 Mei 2018 – 11:18 WIB
Fredrich Yunadi yang didakwa merintangi penyidikan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/3). Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ahli tindak pidana korupsi, Suparji Ahmad menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak punya wewenang dalam menjerat kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Suparji, jika jeratan hukum kepada Fredrich menghalang-halangi penyidikan, maka yang harus memprosesnya adalah pengadilan umum.

BACA JUGA: KPK Resmi Tetapkan Bupati Bengkulu Selatan Jadi Tersangka

“Pasal 21 UU 31 tahun 1999 adalah delik materiel harus ada akibat yang terjadi dari perbuatan mencegah, merintangi dan menggagalkan, tanpa akibat yang timbul bukan tindak pidana tidak dapat dituntut,” kata dia dalam keterangan yang diterima, Kamis (17/5).

Selain itu, Suparji menambahkan, advokat memiliki hak imunitas yang diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang 18 Tahun 2003 juncto putusan Mahkamah Konstitusi RI (MKRI) No. 26/PUU-XI/2013. Disebutkan advokat tidak dapat dituntut baik pidana maupun perdata ketika menjalankan tugas profesi membela kliennya dengan iktikad baik.

BACA JUGA: Kasus Fredrich Yunadi: KPK Dinilai Salah Alamat

“Yang berhak menilai iktikad baik adakah dewan kehormatan organisasi advokat, sedangkan penyidik, penuntut umum, hakim tidak berhak menilainya. Seluruh aparatur penegak hukum wajib tunduk menaati putusan MKRI yang bersifat final and bending,” tegas dia.

Suparji menjelaskan, Indonesia menganut sistem hukum kontinental, sumber hukum hanya berdasarkan undang-undang dan peraturan sehingga putusan hukum pekara lain tidak dapat menjadi sumber hukum.

BACA JUGA: Dakwaan KPK terhadap Syafruddin Temenggung Perkara Perdata

Di sisi lain, bukti survei rumah sakit dianggap Suparji bukan tindak pidana dan menunjukkan resume medis atas izin pasien Setya adalah sah, bukan perbuatan pidana. Justru, kata dia, ketika dokter atau perawat IGD menolak menangani pasien gawat darurat adalah tindak pidana dan harus diproses oleh Majelis Dewan Kode Etik Kedokteran.

“Setiap dokter wajib menolong sesama insan manusia sebagaimana Pasal 17 kode etik kedokteran," kata dia.

Mengenai pengusutan dugaan rekayasa kecelakaan lalu lintas, kata dia, bukan wewenang wilayah hukum KPK. Sebelum terdakwa didakwa menggunakan rekayasa kecelakaan lalu lintas maupun rekayasa rekam medis sebagai alat melakukan kejahatan lainnya, hal itu harus diproses oleh polisi.

"Hasil penyidikan Polri yang menyatakan kecelakaan murni dan berkas sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum, wajib dipatuhi oleh seluruh lapis masyarakat termasuk KPK, tidak ada alas hukum dan wewenang KPK menyatakan terjadi kecelakaan rekayasa," pungkas dia.(tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sidang Kasus BLBI: Yusril Sebut Dakwaan Jaksa KPK Prematur


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler