KPK Duga Hasil Korupsi Pejabat Amarta Karya Mengalir ke AirNav dan Apartemen di Margonda

Kamis, 03 Agustus 2023 – 19:57 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang hasil rasuah eks pejabat PT Amarta Karya (AK) ke AirNav Indonesia dan Apartemen Taman Melati Margonda. FOTO: Ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang hasil rasuah eks pejabat PT Amarta Karya ke AirNav Indonesia dan Apartemen Taman Melati Margonda.

KPK pun memeriksa Direktur Utama AirNav Indonesia Polana Banguningsih Pramesti dan Building Manager Kawasan Taman Melati Margonda Ashadi Cahyadi untuk mendalami dugaan tersebut.

BACA JUGA: Gegara Kasus ini, Tim Advokasi Bulan Bintang Uji Pasal Kewenangan KPK ke MK

Keduanya diperiksa pada Rabu (2/8), sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait pengadaan proyek fiktif pada PT Amarta Karya (BUMN) tahun anggaran 2018-2020.

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain dugaan adanya aliran uang dari proyek fiktif PT. AK (Amarta Katya) ke beberapa kegiatan bisnis perusahaan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (3/8).

BACA JUGA: KPK Serahkan Mobil Hasil OTT terhadap Pejabat Basarnas ke TNI

KPK menyatakan penyidik sudah mengambil keterangan para saksi tersebut. "Selanjutnya akan didalami dan dikonfirmasi lebih lanjut ke beberapa pihak," kata dia.

KPK juga menyampaikan satu saksi dari pihak wiraswasta Adi Firmansyah mangkir dari pemeriksaan.

BACA JUGA: KPK Ingatkan Pengusaha Freddy Gondowardoyo Hadiri Panggilan Pemeriksaan

"Saksi tidak hadir dan jadwal ulang," kata Ali.

Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan secara resmi dua eks petinggi PT Amarta Karya, Direktur Utama Catur Prabowo dan Direktur Keuangan Trisna Sutisna sebagai tersangka.

Keduanya dianggap KPK melakukan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya (BUMN) tahun anggaran 2018-2020.

Catur memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadinya.

Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

Trisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV.

CV itu digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya alias fiktif.

KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.

Di antaranya, pekerjaan konstruksi pembangunan Rumah Susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan Gedung Olahraga Univesitas Negeri Jakarta (UNJ), dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjajajran (Unpad).

KPK menyatakan perbuatan Catur dan Trisna melanggar ketentuan di antaranya, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, dan prosedur PT Amarta Kary tentang pengadaan barang dan jasa di lingkungan internal.

Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 46 miliar.

Saat ini, tim penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah duit ke berbagai pihak terkait lainnya. (Tan/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usut Kasus Korupsi Kereta Api Kemenhub, KPK Periksa Anak Buah Prabowo


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler