KPK Kaget Jokowi Berikan Grasi ke Koruptor Annas Maamun

Selasa, 26 November 2019 – 21:34 WIB
Sidang Vonis Gubernur Riau Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun (kedua kanan) bersiap mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/6). Foto: dokumen ANTARA/Agus Bebeng

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kaget, Presiden Joko Widodo memberi grasi kepada narapidana kasus korupsi Annas Maamun.

Meski begitu, KPK hanya bisa pasrah dan mempelajari keputusan presiden yang akrab disapa Jokowi itu.

BACA JUGA: Ssttt..Ada 4 Sampai 5 Anggota DPRD Riau Kecipratan Suap Annas Maamun

"KPK baru menerima surat dari Lapas Sukamiskin sore ini. Pada pokoknya surat tersebut berisikan: meminta KPK melakukan eksekusi dan melaksanakan Keppres No 23/G Tahun 2019 pada 25 Oktober 2019 tentang pemberian Grasi terhadap Annas Maamun," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan yang diterima.

Febri mengaku pihaknya tetap menghargai kewenangan presiden memberikan pengampunan terhadap Annas dalam perkara ini. Dia juga memastikan KPK akan mempelajari surat yang dikirim oleh Lapas Sukamiskin tersebut.

BACA JUGA: Yakinlah, Kecil Peluang Ahok Jadi Menteri di Pemerintahan Jokowi

"Penanganan perkara dengan terdakwa Annas Maamun telah melewati proses yang cukup kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu sejak OTT 25 September 2014 hingga putusan berkekuatan hukum tetap di MA pada 4 Februari 2016," kata Febri.

"Kami cukup kaget ketika mendengar Informasi pemberian grasi terhadap Annas Maamun yang justru terlibat dalam sejumlah perkara korupsi yang ditangani KPK. Bahkan kasus korupsi yang dilakukan yang bersangkutan terkait dengan sektor kehutanan, yaitu suap untuk perubahan kawasan bukan hutan untuk kebutuhan perkebunan sawit saat itu," jelas dia.

BACA JUGA: Penyuap Annas Maamun Dituntut 4,6 Tahun

Febri lantas menjelaskan perkara yang dilakukan Gubernur Riau periode 2014-2019 itu yang didakwa secara kumulatif. Pertama, Annas menerima suap USD 166.100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut terkait kepentingan memasukkan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 hektare di tiga kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Kedua, Annas terbukti menerima suap Rp 500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung terkait dengan pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.

Ketiga, Annas menerima suap Rp 3 miliar dari janji Rp 8 miliar (dalam bentuk mata uang dolar Singapura) dari Surya Darmadi melalui Suheri Terta, untuk kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau

Selain itu, kata Febri, pengembangan penanganan perkara itu juga sedang berjalan. KPK telah menetapkan tiga tersangka baru pada 29 Maret 2019, yang terdiri dari sebuah korporasi dan dua perorangan.

"PT. PS, SRT selaku Legal Manager PT Duta Palma Group pada 2014 dan SUD selaku pemilik PT Darmex Group atau PT Duta Palma," jelas Febri.

Febri mengajak masyarakat memahami korupsi yang terjadi di sektor kehutanan memiliki akibat yang lebih besar terhadap hutan itu sendiri, lingkungan dan kepentingan publik untuk sehat.

Dari kajian KPK di bidang pencegahan, terdapat tiga temuan yang menjadi masalah di sektor kehutanan yang membuka celah korupsi

Pertama, ketidakpastian status kawasan hutan. Kedua, perizinan sumber daya alam rentan suap atau pemerasan, sejauh ini perhitungan untuk satu izin besar potensi transaksi koruptif berkisar antara Rp 688 juta hingga Rp 22,6 miliar setiap tahun.

Ketiga, nilai manfaat sumber daya alam tidak sampai ke masyarakat. "Ketimpangan pengelolaan hutan oleh kepentingan skala besar. Hanya 3,18 persen yang dialokasikan untuk skala kecil," kata dia. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler