jpnn.com, JAKARTA - Mahalnya ongkos untuk bisa menjadi kepala daerah disoroti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Faktor tersebut dianggap sebagai bibit perilaku korup di pemerintahan.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, untuk membuktikan mahalnya ongkos untuk menjadi kepala daerah, KPK telah melakukan kajian dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
BACA JUGA: KPK Jerat Bupati Lampung Tengah Jadi Tersangka Rasuah
"Jadi kami melihat bahwa ongkos untuk menjadi kepala daerah itu memang besar," terang dia saat dikonfirmasi, Jumat (16/2).
Dia menambahkan, hasil kajian dari LIPI menunjukan kalau seseoang ingin menjadi bupati, calonnya minimal menyiapkan dana Rp 60 miliar.
BACA JUGA: Korupsi Marak, Ketua DPR Imbau Pemerintah hingga Bos Parpol
Sementara untuk jabatan gubernur, calon mesti menyiapkan dana Rp 100 miliar. “Kan memang sangat besar biayanya,” imbuh dia.
Untuk keterkaitan antara mahalnya ongkos politik dengan maraknya tangkap tangan terhadap kepala daerah yang akan kembali mencalonkan diri di Pilkada serentak 2018, menurut dia KPK memang sedang fokus terhadap hal itu.
BACA JUGA: Zumi Zola Tidak Langsung Ditahan, Begini Alasan KPK
"Sehingga untuk memperbaiki, untuk menghilangkan apa yang disebut money politics itu penting sekali agar kami mempunyai pimpinan daerah yang berkapabilitas dan integritas baik," tegas dia.
Di awal 2018 sudah ada tiga kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi. Ketiganya juga calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada 2018.
Ketiga kepala daerah itu yakni, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Bupati Ngada Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae, dan terakhir Bupati Subang, Jawa Barat Imas Aryumningsih. (mg1/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... NasDem Pasrahkan Nasib Bupati Lampung Tengah kepada KPK
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan