KPK Menduga Alfamidi Menyuap Kepala Daerah untuk Memudahkan Pembangunan dan Izin Usaha

Jumat, 05 Agustus 2022 – 13:51 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga bahwa PT. Midi Utama Indonesia atau Alfamidi menyuap Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy agar pembangunan gerai dan izin lainnya menjadi mudah. FOTO: Ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga bahwa PT. Midi Utama Indonesia atau Alfamidi menyuap Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy agar pembangunan gerai dan izin lainnya menjadi mudah.

KPK pun mendalami itu dengan memeriksa sejumlah saksid dari Alfamidi.

BACA JUGA: Usut Kasus Suap Pembangunan Gerai dan Pencucian Uang, KPK Garap GM Alfamidi

Mereka ialah Corp Communication, License, and Franchise Director Alfamidi Solihin, License Manager PT Alfamidi Cabang Ambon Nandang Wibowo, dan Deputy Branch Manager Alfamidi Cabang Ambon Wahyu Somantri.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran sejumlah uang untuk pengurusan berbagai dokumen persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail maupun kegiatan usaha lainnya pada 2020 di Kota Ambon," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (5/8).

BACA JUGA: Hmm, KPK Usut Kasus Suap Restitusi Pajak Tol yang Diresmikan Jokowi, Para Tersangka Dirahasiakan

KPK juga sudah memeriksa dua wiraswasta bernama Philygrein Miron Calvert Hehanussa dan Maria Sutini Weking.

Penyidik juga mendalami hal yang sama seperti petinggi Alfamidi itu kepada dua wiraswasta itu.

BACA JUGA: Ssttt, KPK Sedang Proses Kasus Korupsi Restitusi Pajak Tol Solo-Kertasono

Dalam kasus ini, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020.

Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.

Dua pihak juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon Amri (AR).

Richard diduga mematok Rp 25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Selain itu, Amri juga menyuap Richard sebesar Rp 500 juta. Uang itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail.

KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.

Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Richard dan Andrew, mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Gelar Bimtek Antikorupsi bagi Jajaran Pupuk Indonesia


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler