KPK Rancang Cara Koruptor jadi Kere

Kamis, 09 Desember 2010 – 02:27 WIB

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serius merancang konsep memiskinkan koruptorPara koruptor nantinya tidak hanya dihukum penjara dan membayar ganti rugi keuangan negara, namun juga harus membayar kerugian lain yang ditimbulkan oleh  tindakan korupsi itu.

Wakil Ketua KPK Haryono Umar menjelaskan, selama ini, hukuman kepada seorang koruptor relatif enteng

BACA JUGA: Paspor Elektronik Lebih Mahal

Misalnya, jika seorang kepala daerah melakukan korupsi APBD sebesar Rp100 miliar, tapi di pengadilan hanya terbukti yang dikorupsi Rp10 miliar, maka yang harus dikembalikan ke negara hanya Rp10 miliar itu
Dengan demikian, uang Rp90 miliar tidak bisa kembali ke negara.

Bagaimana cara membuat hukuman menjadi berat? Haryono membuat ilustrasi

BACA JUGA: Keluar Tahanan, Baasyir Operasi Mata

Misal di daerah tersebut membutuhkan pembangunan jalan tapi jalan tidak dibangun-bangun dan ada uang APBD Rp100 miliar yang dikorupsi, maka publik pengguna jalan bisa membuat perhitungan kerugian akibat buruknya jalan.

"Kalau toh misal dibangun jalan, yang mestinya bisa untuk 10 tahun tapi baru setahun sudah rusak, maka disitu ada kerugian ekonomi yang diderita publik
Bisa menciptakan high cost economy

BACA JUGA: Patrialis: Budaya Korupsi sudah Berkarat

Maka pihak perusahaan dan warga yang merasa dirugikan menghitung kerugian yang diderita dan menggugat kepada koruptor itu," terang Haryono Umar kepada JPNN ini di Jakarta, kemarin (8/12).

Kepada siapa gugatan diajukan? Haryono menjelaskan, jika kasusnya sedang ditangani KPK, maka meteri gugatan bisa disampaikan ke KPK yang nantinya akan dihitung sebagai jumlah kerugian yang harus dikembalikan oleh koruptorJika kasusnya belum ditangani KPK, kata Haryono, gugatan bisa berupa gugatan perdata.

"Jadi, bisa perdata, bisa pidanaKita mengajak para ekonom, para akuntan, merumuskan cara yang efektif untuk memiskinkan koruptor," terang Haryono.

Contoh lain, bila kasus korupsinya berupa permainan tender, maka peserta tender yang dikalahkan oleh cara-cara yang tidak fair, seperti suap-menyuap, bisa menghitung kerugian yang dideritanya untuk selanjutnya membuat gugatan"Gugatannya diajukan ke perusahaan yang menang secara melanggar aturanKalau misalnya ada 10 peserta tender, yang dimenangkan satu, jika yang sembilan melakukan gugatan, maka perusahaan yang menang bisa miskin," ujar Haryono.

Dijelaskan, cara ini sekaligus untuk menciptakan rasa keadilanPasalnya, selama ini yang dihukum hanya yang disuap saja, tapi penyuapnya, dalam kasus tender, dibiarkan saja.

Dalam kasus kehutanan, Haryono juga memberikan contohSeorang kepala daerah yang seenaknya memberikan izin pengelolaan hutan yang berakibat kerugian negara alias korupsi, hukumannya juga bisa membuatnya miskinJumlah kerugian negara dihitung tidak hanya dari berapa log yang ditebang, tapi juga dampak lain dari penggundulan hutan"Warga yang terkena banjir dan longsor permanen, bisa membuat perhitungan kerugianIni juga harus ditanggung koruptor," terangnya.

Haryono mendorong agar upaya pemiskinan koruptor bisa terealisasi, dengan terlebih dahulu merevisi UU 31 Tahun 1999 dan UU 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Dijelaskan Haryono, dunia internasional sudah membahas mengenai cara memperberat hukuman kepada koruptor dengan memiskinkannya"Saat saya menghadiri pertemuan di Paris beberapa bulan lalu, ini sudah dibicarakan," ujarnya(sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Bantu Polisi Usut Penyuap Gayus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler