KPK Sebut Banyak Konflik Kepemilikan dan Pengelolaan Aset di Kepri

Kamis, 25 Juli 2019 – 03:37 WIB
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah saat ditemui Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/7/2018). Foto: kps/reza

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menemukan cukup banyak masalah terkait kepemilikan dan pengelolaan aset di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

KPK pun mendorong penyelesaian konflik kepemilikan dan pengelolaan aset di Kepri tersebut pada kegiatan monitoring dan evaluasi (monev).

BACA JUGA: PPDB Sudah Berakhir, Ratusan Siswa Belum Mendapatkan Sekolah

Kegiatan ini berkangsung empat hari, hingga Jumat (26/7) mendatang. Rekomendasi tersebut merupakan salah satu kesimpulan yang KPK keluarkan setelah menyelesaikan evaluasi semester pertama 2019 terhadap 4 provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan kepulauan Riau (Kepri).

BACA JUGA: Permohonan Jadi WNI Disetujui DPR, Pemain Brasil Ini Tak Kuasa Membendung Air Mata

BACA JUGA: Pemerintah Bangun 2 SMA Baru Demi Tampung Siswa yang Tak Tertampung di PPDB 2019

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, salah satu persoalan yang menonjol di Kepri sehingga menjadi fokus pada monev kali ini adalah penyelesaian konflik kepemilikan aset yang melibatkan sejumlah pemda.

“Semua kita sorot untuk kita menyelamatkan aset negara, yaitu Pemprov Kepri, Pemkot Batam, Tanjungpinang, Bintan, dan Karimun dengan BP Batam dan BUMN,” ujar Febri seperti dilansir Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.

BACA JUGA: PPDB Gelombang Ketiga Dibuka Besok, Sediakan Kuota 2.250 Siswa

Beberapa konflik kepemilikan aset antara pemerintah daerah terjadi di antaranya, karena proses pemekaran dan proses hibah yang tidak tuntas serta keterbatasan bukti administratif kepemilikan.

BACA JUGA: Otavio Dutra Ditantang Menyanyikan Lagu Indonesia Raya di Komisi X DPR, Begini Hasilnya...

“Seperti yang terjadi antara Pemprov Riau dengan pemkab atau pemkot di Provinsi Kepri, yaitu Tanjung Pinang, Bintan dan Batam, konflik terjadi terkait dengan aset limpahan dari pemda induk yang tidak dilengkapi dengan kelengkapan administratif akibat proses hibah yang tidak cermat, ataupun efek dari tingginya nilai aset yang diperebutkan,” ujar Febri.

Kondisi ini, dia katakan, terjadi juga antara Pemkot Tanjung Pinang dengan Pemkab Bintan sebagai efek dari pemekaran wilayah.

Tidak hanya antar pemda, konflik terkait penguasaan aset juga terjadi antara pemda dengan perorangan, yayasan maupun perusahaan terkait tanah dan properti lainnya yang bernilai strategis.

Di Pemkot Tanjung Pinang, sebagai contoh terdapat tanah hibah dari instansi vertikal dan pemda induk yang dikuasai masyarakat karena ketidakcekatan pemkot dalam mengurus administrasi hibah.

BACA JUGA: DPR Setujui Permohonan Otavio Dutra Menjadi WNI

Pengelolaan aset atau Barang Milik Daerah (BMD) merupakan salah satu fokus perbaikan sistem yang didorong KPK. Aset-aset daerah, baik bergerak maupun tidak bergerak dalam pengelolaannya masih banyak masalah. Di antaranya terkait: belum adanya legalitas kepemilikan (sertifikat), masih terdapat aset yang dikuasai oleh pihak ketiga yang tidak berhak.

“Selain itu, terjadi konflik kepemilikan aset dengan pihak ketiga (pemerintah, swasta atau perorangan); dan tidak optimalnya pemanfaatan BMD oleh pemerintah daerah,” jelas Febri.(chy)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Gembira, Pajak Kendaraan Usia Tua Dapat Diskon Hingga 50 Persen


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler