jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset milik Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid.
Aset milik tersangka kasus dugaan TPPU, suap, dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan itu berupa tanah hingga mata uang asing.
BACA JUGA: Teka-teki Penyebab Kematian Bule Inggris di Bali Belum Selesai, Ada Temuan Baru
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya menduga aset tersebut hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Abdul.
"Tim penyidik KPK telah melakukan penyitaan berbagai aset dari tersangka," kata Fikri dalam keterangannya, Selasa (18/1).
BACA JUGA: Mbak Sari Soraya Diapit 2 Pria Berbadan Kekar, tak Berkutik, Kasusnya Parah
KPK menduga Abdul telah melakukan transaksi keuangan yang tidak sah.
Abdul diduga menyembunyikan hingga menyamarkan asal usul harta kekayaannya dengan mengatasnamakan pihak-pihak lain.
BACA JUGA: Yamaha Fazzio Hybrid dengan Harga Rp 21 Jutaan, Honda Scoopy Harus Waspada
Adapun sejumlah aset yang disita KPK, di antaranya tanah dan bangunan yang berada di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara dan sekitarnya dengan nilai Rp 10 miliar.
Kemudian, penyidik KPK juga menyita uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah dan asing yang jumlahnya sekitar Rp 4,2 miliar.
Penyidik juga menyita kendaraan bermotor yang diduga milik Abdul.
"Seluruh barang bukti ini akan dikonfirmasi kepada para saksi, baik saat proses penyidikan hingga proses pembuktian di persidangan," kata Fikri.
Dia mengatakan KPK belum bisa merampas aset-aset tersebut untuk negara.
Perampasan bisa dilakukan KPK setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum.
Meski demikian, Fikri berharap perampasan aset-aset para koruptor bisa menambah pemasukan bagi negara.
"Untuk dipergunakan bagi pembangunan," kata Fikri.
KPK menetapkan Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara Abdul Wahid sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPU.
Penetapan TPPU tersebut merupakan pengembangan dari kasus yang sebelumnya menjerat Abdul Wahid pada kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada 2021-2022.
Kasus itu telah menjerat Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara Maliki, Direktur CV Hanamas Marhaini, dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi.
KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp 500 juta.
Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp 4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp 12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp 1,8 miliar. (tan/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Perpanjang Penahanan Bupati Nonaktif Kuansing Andi Putra
Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Fathan Sinaga