KPK Telusuri Aliran Duit Panas Bupati Sampai ke Pendiri Pesantren

Rabu, 01 Desember 2021 – 20:44 WIB
Jubir KPK Ali Fikri. Foto: Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami adanya pembelian mobil oleh Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) dari hasil rasuah terhadap sejumlah pihak.

Sejauh ini yang telah terkonfirmasi ialah pembelian mobil untuk Ketua DPRD HSU Almien Ashar Safari. 

BACA JUGA: Anak Buah Anies Baswedan Antar Dokumen Rahasia Formula E ke KPK

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya juga memeriksa pendiri dan pengasuh pondok pesantren Bobby Koesmanjaya dan swasta Ferry Riandy Wijaya.

Diduga ada pembelian mobil yang melibatkan mereka.

BACA JUGA: Anak Buah Anies Baswedan Minta KPK Periksa Alberto Longo soal Formula E, Siapa Dia?

"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan pembelian beberapa unit mobil oleh tersangka AW yang satu unit diantaranya telah disita oleh tim penyidik dari Ketua DPRD HSU," ujar Fikri dalam keterangannya, Rabu (1/12). 

Penyidik, lanjut Fikri, telah memeriksa Bobby dan Ferry sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021-2022 dengan tersangka Abdul Wahid, Selasa (30/11) kemarin.

BACA JUGA: KPK Buka Peluang Jerat Edhy Prabowo dengan TPPU

Seperti diketahui, tim penyidik KPK telah menyita satu unit mobil merek Honda CR-V milik Ketua DPRD HSU Almien Ashar Safari, Rabu (24/11).

Saat itu, Fikri mengatakan, mobil tersebut selanjutnya akan dikonfirmasi kembali kepada saksi-saksi yang terkait dengan perkara ini.

"Saat ini tim penyidik masih terus mengumpulkan dan melengkapi bukti-bukti terkait perkara ini," kata Ali.

KPK telah mengumumkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada 18 November 2021.

Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki selaku pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara pada awal 2019 menunjuk Maliki sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka Abdul Wahid.

Penerimaan uang oleh tersangka Abdul Wahid melalui ajudannya yang dilakukan di rumah Maliki pada Desember 2018.

Pada sekitar awal 2021, Maliki menemui tersangka Abdul Wahid di rumah dinas jabatan bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara 2021.

Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.

Selanjutnya, tersangka Abdul Wahid menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian sepuluh persen untuk tersangka Abdul Wahid dan lima persen untuk Maliki. 

Adapun, pemberian komitmen fee yang diduga diterima oleh tersangka Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp 500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp 4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp 12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp 1,8 miliar. (tan/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Adil
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler