jpnn.com, JAKARTA - Kabar menghebohkan datang dari kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga antirasuah itu disebut-sebut sudah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam perkara kasus dugaan korupsi e-KTP.
Penetapan tersangka dilakukan, setelah tim penyidik menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup, perihal dugaan keterlibatan politikus Partai Golkar tersebut dalam sengkarut kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan keuangan negara senilai Rp 2,3 triliun.
BACA JUGA: Jokowi dan Novanto Bicarakan soal Perppu Ormas di Acara Nasdem
''Sudah (SN tersangka). Rabu (21/6) pagi penyidik sudah ekspose (gelar perkara) di depan lima pimpinan. Mereka sepakat untuk naikkan SN ke tingkat penyidikan,'' tutur sumber di KPK kepada JawaPos.com Senin (17/7).
SN kata sumber tersebut, dinilai bersama pihak lain terbukti turut serta memuluskan tahapan perencanaan, hingga pelaksanaan proyek e-KTP berjalan, sesuai dengan peran yang dipaparkan jaksa penuntut umum dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. ’’Unsur Pasal 55 nya sudah masuk,’’ imbuh sumber tersebut.
BACA JUGA: Semoga KPK Segera Perjelas Status Papa Novanto di Kasus e-KTP
Informasi ini sesuai dengan keyakinan JPU KPK dalam kesimpulan analisa yuridis, saat membacakan surat tuntutan untuk kedua terdakwa perkara e-KTP. Jaksa meyakini, SN dinilai terbukti turut serta dalam sengkarut dugaan mega korupsi e-KTP, sesuai Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hal ini menyusul adanya pertemuan antara terdakwa Irman dan Sugiharto, Andi Agustinus, Diah Anggraini, dan Setnov di Hotel Grand Melia Jakarta pada Februari 2010 silam, sekitar pukul 06.00 Wib. Dimana dalam pertemuan tersebut, para terdakwa meminta dukungan Setnov dalam proses penganggaran tersebut, dan Setnov menyatakan dukungannya terhadap proses penganggraan proyek e-KTP yang sedang berjalan di Komisi II DPR.
BACA JUGA: Henry Yosodiningrat: Pansus Ingin Memperbaiki Kelemahan KPK
Selain itu, fakta hukum lain yang mengaitkan keterlibatan Setnov, juga adanya pertemuan antara Andi Agustinus alias Andi Narogong bersama terdakwa satu, yang menemui Setnov di lantai 12 Gedung DPR RI, guna memastikan dukungan Setnov terhadap penganggaran proyek e KTP.
Dalam pertemuan tersebut Setnov mengatakan sesuatu. ''Ini sedang kita koordinaskan perkembanganya nanti hubungi Andi,’’ urai JPU KPK Mufti Nur Irawan.
Berdasarkan fakta hukum di atas, menurut jaksa, apabila dikaitkan dengan teori hukum, maka ditarik suatu kesimpulan adanya pertemuan antara para terdakwa, Andi Agustinus, Diah Anggraini, dan Setya Novanto di hotel Grand Melia, telah menunjukan telah terjadi pertemuan kepentingan atau meeting of interest antara Andi Agustinus yang merupakan pengusaha yang berkepentingan dapat mengerjakan proyek, para terdakwa yang bertugas melaksanakan tugas pengadaan barang dan jasa, serta Setya Novanto, selaku Ketua Fraksi Golkar yang mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada komisi 2 DPR RI, yang pada saat itu diketuai Burhanudin Napitupulu yang juga bersal dari Fraksi Golkar.
''Pertemuan tersebut merupakan perbuatan permulaan untuk mewujudkan delik, karena pada dasarnya setiap orang yang hadir dalam pertemuan tersebut menyadari pertemuan tersebut bertentangan dengan hukum dan norma kepantasan,’’ jelasnya.
Terlebih lagi menurutnya, pertemuan tersebut dilakukan di luar jam kerja, yakni pukul 06.00 Wib pagi, serta adanya upaya yang dilakukan Setnov untuk menghilangkan fakta, yakni dengan cara memerintahkan Diah Anggraini, agar menyampaikan pesan ke terdakwa satu (Irman), jika ditanya penyidik KPK agar jawab tidak kenal kenal Setnov.
''Dengan uraian kesimpulan tersebut, maka telah terjadi kerjasama yang erat dan sadar yang dilakukan oleh para terdakwa dengan Setya Novanto, Diah Anggraini, Drajat Wisnu Setiawan, Isnu Edhi Wijaya, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong,’’ paparnya.
Dengan adanya kerjasama tersebut maka menurutnya, telah ada kesatuan kehendak, kesatuan perbuatan fisik yang saling melengkapi satu sama lain dalam mewujudkan delik.
‘’Oleh kaarena itu perbuatan para terdakwa masuk dalam klasifikasi turut serta melakukan perbuatan. Dengan demikian kami berpendapat unsur Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP telah dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan menurut hukum,’’ tegas jaksa.
Terpisah, ketika dikonfirmasi perihal adanya penetapan kenaikan status hukum SN dari saksi menjadi tersangka, wakil ketua KPK laode M Syarief belum membalas pesan yang dikirim via whatsapp. Ketika dihubungi via telepon tidak diangkat.
Sementara juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan jika ada tersangka baru. Namun, ketika ditanya siapa tersangka yang dimaksud dia enggan menjelaskannya, dan meminta menunggu keterangan resmi dari KPK.’’ (soal) e-KTP,’’ ucapnya singkat.
Sebagai informasi, sebelumnya terkait sengkarut perkara ini, dalam surat dakwaan JPU KPK, Setya Novanto bersama-sama mantan Ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum, disebut-sebut merupakan pihak yang mengatur proses persetujuan anggaran proyek e-KTP di DPR.
Atas lobi-lobi yang dilakukan keduanya, jaksa menengarai Setnov dan Andi Narogong mendapat jatah 11 persen (Rp 574,2 miliar). Hal yang sama juga didapat Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin, yakni sebesar 11 persen (Rp 574,2 miliar). Atas tuduhan ini, baik Setnov maupun Anas sudah membantahnya berkali-kali. (wnd/jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... JIN Pun Ikut Dukung Pansus Angket KPK
Redaktur : Tim Redaksi