KPK Wajib Izin Pada Polri dan Kejagung

Rabu, 29 Maret 2017 – 13:51 WIB
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kepolisian RI (Polri) meneken nota kesepahaman (MoU) dalam penanganan tindak pidana korupsi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/3).

Tercatat, ada dua poin utama yang tertuang dalam MoU tersebut, yaitu penerbitan e-SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) dan saling berkoordinasi mengenai penanganan korupsi yang menjerat anggota masing-masing.

BACA JUGA: Fadli Zon: MoU Jangan jadi Upaya Melindungi

Dalam MoU dibunyikan bahwa ketiga penegak hukum tersebut wajib memberitahukan kepada pimpinan masing-masing manakala anggotanya terjerat kasus korupsi.

Demikian dengan tindakan penggeledahan, pemanggilan, dan segala hal mengenai proses hukumnya, semua harus dilaporkan.

BACA JUGA: Usut Andi Narogong, KPK Garap Petinggi Quadra Solution

Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan, Kejagung dan Polri menyadari bahwa KPK memiliki wewenang lebih dalam upaya penegakan hukum korupsi.

KPK, kata dia, bisa langsung menyadap, menangkap, menggeledah, dan menyita, tanpa izin dari pihak kedua, seperti pengadilan.

BACA JUGA: Korupsi e-KTP Sudah Dirancang Sejak Awal

"Sementara Polri dan Kejaksaan semuanya perlu memiliki izin dari pihak yang punya kewenangan. Ketika akan melakukan penyitaan harus melakukan izin pengadilan. Begitupun ketika memeriksa seorang pejabat harus minta izin sesuai dengan yang di UU. Ini semua tentunya menjadi harapan bersama dengan adanya MoU ini akan saling melengkapi berbagi dalam kewenangan dan mengisi dalam kekurangan," kata Prasetyo di Mabes Polri.

Bekas politikus Partai NasDem ini juga menegaskan bahwa KPK pun punya kekurangan.

Salah satunya tidak adanya jaringan di tingkat sektoral. Berbeda dengan Polri dan Kejagung.

"Kepolisian punya jaringan yang lebih luas, sampai ke daerah-daerah. Kejaksaan punya Kajati, Polri punya Polda, begitupun Polres, seluruh daerah. Sementara KPK hanya ada di pusat. Dengan saling mengisi keterbatasan dan saling memberikan kelebihan, ini tentunya diharapkan penanganan korupsi akan lebih dilakukan secara intensif dan massif," imbuh Prasetyo.

Hal tersebut pun diamini oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Dia menambahkan, bilamana KPK tengah mengusut kasus korupsi di daerah, maka Polri akan memberikan sumber daya personel kepada lembaga antirasywah tersebut.

"Saya sudah perintahkan seluruh jajaran kepolisian wajib membantu KPK yang melakukan operasi di lapangan. Jadi mungkin ada empat orang KPK, Polri tambah 20-30 orang untuk back up," kata Tito.

"Kemudian untuk peningkatan kapasitas building, kami latihan bersama. Sehingga ada satu persepsi dalam penanganan kasus dengan SOP sama. Jadi saya pikir ini kerja sama, kami sambut positif dan Polri sendiri memiliki tekad untuk memperbaiki dan mengintensifkan melawan korupsi," tutur Tito.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, nota kesepahaman ini merupakan pembaharuan dari MoU sebelumnya yang telah berakhir pada 2016.

Menurutnya, MoU ini sangat penting dalam penanganan tindak pidana korupsi.

"Sangat penting sinergitas aparat yang menangani tindak pidana korupsi ini," kata Agus. (Mg4/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Merasa Bersih, ya Jangan Panik


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler