"Pengertian kartel dalam pedoman ini adalah kerjasama sejumlah perusahaan yang bersaing untuk mengkoordinasi kegiatannya, sehingga dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga suatu barang dan atau jasa, untuk memperoleh keuntungan di atas tingkat keuntungan yang wajar," ungkap Junaidi, dalam rilisnya kepada JPNN, Selasa (23/3).
Dilihat dari perumusan Pasal 11 yang menganut rule of reason, terang Junaidi pula, maka dapat ditafsirkan bahwa dalam melakukan pemeriksaan dan pembuktian adanya pelanggaran terhadap ketentuan ini, harus diperiksa alasan-alasan pelaku usaha (yang bersangkutan) dan terlebih dahulu dibuktikan telah terjadi praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (di sana)
BACA JUGA: RI Promosikan ASEAN Lewat SEOM
"Dengan kata lain, dalam memeriksa dugaan adanya kartel, akan dilihat alasan-alasan dari para pelaku usaha yang melakukan perbuatan kartel tersebut, dan akibat dari perjanjian tersebut terhadap persaingan usaha," imbuhnya.Dengan demikian, jelas Junaidi lagi, maka sangat diperlukan adanya pengkajian yang mendalam mengenai alasan kesepakatan para pelaku usaha dimaksud, dibandingkan dengan kerugian ataupun hal-hal negatif kartel bagi persaingan usaha
BACA JUGA: Indonesia-Hongkong Kerjasama Sektor Pajak
Oleh karena itu, pedoman ini mengatur pula tentang indikator awal identifikasi kartel yang dapat terjadi melalui faktor struktural dan faktor perilakuBACA JUGA: Dampak Krisis Ekonomi ke Anak-Anak
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap Hadapi Krisis Jilid Tiga
Redaktur : Tim Redaksi