jpnn.com, JAKARTA - KPU puas dengan ringkat partisipasi pemilih pada pemilu 2019 yang telah melampaui target. Meski demikian, KPU belum berani berproyeksi untuk pemilihan-pemilihan berikutnya.
Sejumlah pekerjaan rumah lain justru lebih perlu dipikirkan, baik dari sisi penyelenggaraan, peserta, maupun level edukasi pemilih.
BACA JUGA: Wacana Referendum Aceh Mencuat, Komisioner KPU Salahkan Elite Politik
Sebagaimana diberitakan, partisipasi pemilih pada pemilu kali ini mencapai 81,97 persen. Tertinggi sejak pemilu 1999 yang mencatatkan partisipasi 92,99 persen. Lonjakannya pun cukup tinggi bila dibandingkan Pemilu 2014 yang mencatatkan partisipasi 69,58 persen di pilpres dan 75,11 persen di pileg.
Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan, KPU lebih mementingkan kualitas penyelenggaraan dibandingkan partisipasi pemilih. Sebab, peningkatan kualitas pemilu pada akhirnya akan berbanding lurus dengan peningkatan partisipasi.
BACA JUGA: KPU Berharap Idulfitri jadi Momen Semua Berdamai
BACA JUGA: Komisi I DPR Tuntut Purnawirawan Tetap Solid Mengutamakan Kepentingan Bangsa
Karena itu, bila ingin meningkatkan partisipasi pemilih, pemilunya harus semakin baik. ’’Jadi, kita lihat nanti,’’ ujarnya.
BACA JUGA: Penetapan Caleg DPR RI Terpilih Harus Menunggu Sidang Sengketa Pileg di MK
Menurut Viryan, ke depan pemilu harus berjalan lebih baik. Kualitas peserta juga meningkat dan pemilih juga harus semakin teredukasi dalam hal demokrasi.
’’Sehingga terjadi peningkatan partisipasi yang juga bermakna peningkatan itu sebagai bentuk pemilih berdaulat,’’ terangnya. Artinya, tercipta sebuah kesadaran bahwa penggunaan hak pilih merupakan hal penting.
Menurut Viryan, peningkatan partisipasi terjadi karena masyarakat begitu antusias dengan Pemilu 2019 yang untuk kali pertama berlangsung serentak. ’’Kedua, masyarakat percaya bahwa pemilu bisa berlangsung secara demokratis,’’ lanjutnya.
BACA JUGA: Komentar Amien Rais soal Penangkapan Sejumlah Koleganya
Kemunculan sejumlah gerakan yang mengajak masyarakat untuk golput, lanjut Viryan, rupanya tidak berarti apa-apa. ’’Itu menunjukkan bahwa masyarakat meyakini pemilu sebagai satu mekanisme memilih pemimpin secara luber dan jurdil,’’ imbuhnya.
Ditambah lagi, pada pemilu kali ini, harapan pemilih kepada peserta pemilu juga begitu tinggi. (byu/c17/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumah Milenial: Jangan Karena Perbedaan Pilihan Politik Meminta Referendum
Redaktur & Reporter : Soetomo