jpnn.com - JAKARTA – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, berjanji dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan pihak kepolisian, pemerintah pusat dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) guna menyikapi aksi kekerasan yang terus meningkat di Provinsi Aceh menjelang pelaksanaan pemilu 9 April 2014.
Menurut Arief, pertemuan dimaksudkan untuk menarik kesimpulan apakah situasi keamanan di Aceh memungkinkan bagi pelaksanaan pemilu. Karena sebagaimana dilaporkan sejumlah aktivis yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Sipil Aceh di Jakarta (AMSAJ), dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) kepada KPU, di Jakarta, Senin (7/4), peristiwa kekerasan dengan menggunakan senjata api di Aceh mencapai 51 kasus dengan sedikitnya mengakibatkan tiga korban orang meninggal dunia.
BACA JUGA: Anggota KPU Palopo Tertangkap Bawa Duit dan Kartu Caleg
Itu belum termasuk dugaan ancaman keselamatan jiwa penyelenggara pemilu di sejumlah daerah di Aceh. Aliansi Masyarakat Aceh di Jakarta menyebut setidaknya sejumlah penyelenggara pemilu di Takengon dan Aceh Selatan mengancam mengundurkan diri karena merasa kesalamatan jiwanya terancam. Bahkan dalam beberapa hari terakhir banyak yang memilih tidak lagi tidur di kediaman masing-masing.
“Kita akan cek informasi (penyelenggara pemilu di Aceh mengundurkan diri). Kita berharap ancaman pengunduran diri telah diselesaikan. Kami juga akan bertemu kepolisian dan pemerintah pusat,” kata Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, Senin (7/4).
BACA JUGA: Bagi-Bagi Duit ke Warga, Timses Caleg PDIP Dikeler ke Kantor Polisi
Pertemuan tersebut kata Arief, diperlukan karena KPU tidak memiliki otoritas menyatakan sebuah wilayah dinyatakan tidak aman, sehingga pelaksanaan pemilu dapat ditunda. Menurutnya, kewenangan tersebut berada di ranah aparat keamanan.
Hal senada juga dikemukakan Komisioner KPU lainnya, Hadar Nafis Gumay. Secara tegas ia menyatakan sepakat penyelenggaran pemilu harus dilaksanakan dalam keadaan damai.
BACA JUGA: Kapolda Jabar: Periksa Masinis Malabar
“KPU sudah membicarakan (kondisi keamanan Aceh) di tingkat daerah. Namun belum sampai pada kesimpulan pemilu di Aceh perlu ditunda atau tidak. Kami akan langsung ke kepolisian, kita akan evaluasi ini ditunda atau tidak. Sebab khusus keamanan KPU tidak bisa menyimpulkan sendiri, tapi koordinasi dengan kepolisian,” kataya.
Hadar dan Arief mengungkapkan pandangan tersebut setelah sebelumnya Aliansi Masyarakat Sipil Aceh di Jakarta (AMSAJ) menggelar aksi unjukrasa di depan Gedung KPU, Senin siang. Setelah berorasi sekitar satu jam, perwakilan massa kemudian diterima dua komisioner KPU untuk menyampaikan aspirasinya.
Menurut Koordinator pengunjuk rasa, Ferry Kusuma, mereka mendatangi KPU untuk mendesak agar penyelenggara pemilu berinisiatif menggelar evaluasi guna mengetahui apakah kondisi keamanan di Aceh dimungkinkan untuk pelaksanaan pemilu.
“Perdamaian di Aceh lebih penting dari pemilu. Rakyat Aceh merupakan masyarakat yang beradab. Kami ingin hidup damai. Kami ingin memilih dengan hati nurani, bukan karena ancaman. Jangan ada lagi rakyat Aceh dimanfaatkan hanya untuk kepentingan politik semata. Karena itu kami meminta pemerintah pusat benar-benar serius dan tegas terhadap pelanggaran pemilu di Aceh. Kami minta evaluasi segera dilaksanakan,” katanya.
Pandangan senada juga dikemukakan perwakilan dari Kontras, Kristianto, yang ikut ambil bagian dalam aksi unjukrasa kali ini. Menurutnya, jika pada 3 April lalu Kontras merilis setidaknya telah terjadi 48 tindak kekerasan di Aceh, maka dari data terakhir memerlihatkan telah bertambah menjadi 51 kasus.
“Kami sudah melaporkan hal ini ke Bawaslu pada 2 April lalu. Namun kami benar-benar menyayangkan statemen anggota Bawaslu, Nasrullah, yang menerima kami waktu itu. Karena menduga peristiwa kekerasan di Aceh merupakan kriminal murni,” katanya.
Perwakilan Kontras lainnya, Bustomi, juga menyayangkan jawaban tersebut. Karena kepolisian dari beberapa waktu lalu menduga aksi kekerasan di Aceh terkait dengan pelaksanaan pemilu.
“Kita melihat sejak Januari lalu sudah terjadi benturan (antar pendukung parpol). Harusnya KPU bisa mengambil data dari kepoolisian, siapa oknum pelaku dan berasal dari partai mana. Tapi kondisinya tidak demikian. Makanya kami menyimpulkan KIP dan aparat keamanan yang ada di Aceh tidak bersinergi dengan baik,” katanya.
Melihat kondisi ini, Kontras kata Bustomi, mengusulkan pelaksanaan pemilu di Aceh harus ditunda. Alasannya, rakyat Aceh tidak lebih mementingkan pemilu. Dari pada kedamaian. “Saya tidak ridho pemilu dilaksanakan tanpa ada evaluasi,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bapak Kerja TPS, Anak Dicabuli Tukang Sol Sepatu di Rumah
Redaktur : Tim Redaksi