jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai harus bertanggungjawab atas tindakan kekerasan dan protes yang dilakukan oleh partai politik, pasangan bakal calon kepala daerah dan para pendukung bakal calon pada masa pendaftaran Pilkada.
“Contohnya aksi kekerasan dan protes seperti yang terjadi di Kabupaten Manggarai Barat, Gowa, Kota Pematangsiantar, Pekalongan, Kabupaten Lamongan, Poso, Aru, Lombok Tengah, Lombok Utara, Selayar, Seram, Pesawaran, Mamuju Utara, Serang, Pandeglang, Kediri, Tojo Unauna, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, dan Provinsi Sulawesi Tengah,” ujar Direktur Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, Kamis (30/7).
BACA JUGA: Balon Kada Pengguna Ijazah Palsu Diancam Pidana Penjara 5 Tahun
Menurut Said, tindakan kekerasan dan protes muncul akibat KPUD menolak pendaftaran yang diajukan partai politik dan pasangan bakal calon. Padahal seharusnya, KPUD tidak boleh menolak pendaftaran, karena alasan tidak memenuhi syarat.
“Kan baru tahap pendaftaran, belum masuk tahap penelitian kelengkapan dan keabsahan persyaratan. Antara tahap pendaftaran dan tahap penelitian itu dua jenis tahapan yang berbeda dan masing-masing ada waktunya sendiri-sendiri,” ujarnya.
BACA JUGA: Hmmm..., Rupanya Ini Penyebab Maraknya Calon Tunggal di Pilkada
Said menyarankan KPU harus baca baik-baik ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Dalam undang-undang, tegas dibedakan antara tahap pendaftaran yang diatur pada huruf d dan tahap penelitian persyaratan yang diatur pada huruf e.
BACA JUGA: Perlu Terobosan Atasi Fenomena Calon Tunggal
“Lihat juga perbedaan pengaturan pendaftaran dalam BAB VII dan pengaturan verifikasi dan penelitian persyaratan pada BAB VIII. Tempusnya (waktu,red) pun sudah ditentukan berlainan oleh UU Pilkada. Tahap Pendaftaran dilakukan lebih dahulu selama paling lama tiga hari, sedangkan tahap penelitian pemenuhan persyaratan dilakukan paling lama tujuh hari setelah tahap pendaftaran,” katanya.
Said menilai, seharusnya dalam tahap pendaftaran, KPUD hanya bersifat pasif menerima pendaftaran partai politik dan pasangan calon sebagai bentuk pelayanan terhadap hak pilih pasif atau hak bakal pasangan calon untuk dipilih dalam Pilkada. Tanpa harus aktif memeriksa persyaratan, apalagi langsung mengambil keputusan menolak pendaftaran.
“Jadi melakukan pemeriksaan, apalagi menolak pendaftaran adalah tindakan yang prematur. Bahwa andaipun setelah masuk tahap penelitian KPUD menemukan ada pasangan calon yang belum melengkapi persyaratan, maka mereka tetap diberi kesempatan melengkapinya dalam masa perbaikan,” katanya.
Nanti setelah diberi kesempatan perbaikan, syarat belum juga lengkap, barulah kata Said KPUD menyatakan bakal calon tidak memenuhi syarat.
“Jadi saya kira keliru Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pencalonan (PKPU Pencalonan) yang menentukan adanya penelitian kelengkapan dan keabsahan persyaratan pencalonan dan persyaratan calon pada masa pendaftaran. Ketentuan dalam PKPU Pencalonan Itu bertentangan dengan UU Pilkada,” ujarnya. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dinas Pendidikan tak Berani Sebut Ijazah Balon Kada Palsu
Redaktur : Tim Redaksi