jpnn.com - SURABAYA – Kondisi kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sering kali menjadi salah satu penyebab likuidasi bank.
Hal itu menuntut BPR lebih berbenah supaya menghindari likuidasi. Sebanyak 74 di antara 75 bank yang telah dilikuidasi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah BPR.
BACA JUGA: CIMB Niaga Target Rp 800 M Dari Wealth Management
Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia Jawa Timur (Perbarindo Jatim) Sujatno menyatakan, tahun ini izin empat BPR dicabut.
Empat BPR tersebut terletak di Sidoarjo, Magetan, dan Pasuruan.
BACA JUGA: Harga Gas Pupuk-Petrokimia Turun Lebih Dulu
’’NPL (kredit bermasalah, Red) BPR di Jatim rata-rata lima persen,’’ katanya saat diskusi bertema Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Perbankan Lokal di Surabaya kemarin (19/10).
Untuk menekan NPL, kata dia, sebenarnya BPR sudah menyediakan cadangan yang bisa menutupi masalah kredit macet.
BACA JUGA: Perbedaan Hasil Investasi Saham, Emas dan Deposito 10 Tahun Terakhir
Namun, sebetulnya, yang sering menjadi masalah dan memengaruhi kesehatan bank adalah tata kelola yang buruk dari manajemen bank.
Direktur Eksekutif Administrasi dan Sistem Informasi LPS Poltak L. Tobing menyatakan, hingga Juli 2016, LPS membayar klaim kepada nasabah dari bank bermasalah Rp 783,42 miliar di antara total klaim Rp 807 miliar.
Jumlah itu dibayarkan ke 122.291 rekening. Total dana simpanan nasabah di bank yang dilikuidasi mencapai Rp 1,32 triliun dari 140.373 rekening.
Tidak semua dana layak bayar atau dikembalikan kepada nasabah. Dana yang layak bayar mencapai Rp 1,04 triliun dari 129.428 rekening.
Sementara itu, yang tidak layak bayar mencapai Rp 280 miliar dari 10.945 rekening.
Dia menyatakan, salah satu alasan simpanan nasabah tidak layak bayar adalah tidak tercatat secara benar.
’’Nasabah juga perlu membayar kewajibannya (melunasi kredit, Red) ke bank dulu kalau memang masih ada tanggungan kredit,’’ ujarnya. (rin/c22/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Properti CitraGarden Melonjak 25 Persen per Tahun
Redaktur : Tim Redaksi