Kriminolog: Seni Membaca Wajah tak Lagi jadi Pilihan

Senin, 19 September 2016 – 19:50 WIB
Jessica Kumala Wongso. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Kriminolog dari Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa mengatakan, ilmu kriminologi hanya dapat memberi gambaran, gejala dan motif terhadap sebuah kasus kejahatan. 

Karena itu, menurutnya, seorang kriminolog tidak dapat menyimpulkan seseorang bersalah. Apalagi sampai menjustifikasi pelaku kejahatan. 

BACA JUGA: Apakah Tuntutan Bidan Desa PTT Berlebihan?

"Jadi kompetensi kriminolog tak sampai pada pembuktian," ujar Eva yang dihadirkan sebagai ahli pada sidang lanjutan kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang digelar di PN Jakarta Pusat, Senin (19/9).

Eva juga mengatakan, kriminolog tidak bisa menyimpulkan seseorang penjahat hanya berdasarkan satu kasus. 

BACA JUGA: Lukas Enembe Luncurkan Buku Papua: Antara Uang dan Kewenangan

"Harus ada pembanding. Penggunaan statistik itu sangat kental pada ilmu kriminologi. Jadi statistik itu dipakai sebagai pembanding, sehingga kesimpulan akhir menjadi sahih," ujarnya. 

Eva menyatakan pendapat demikian, setelah sebelumnya pihak kuasa hukum Jessica menyatakan, bahwa pada persidangan sebelumnya kriminolog yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Prof Ronny Rahman Nitibaskara, telah membuat persidangan menjadi ramai. 

BACA JUGA: Kasus Sumber Waras Didiamkan, Lha Kok Malah Muncul Irman Gusman

Pasalnya, saat itu Ronny menyimpulkan Jessica memiliki kepribadian yang tak stabil berdasarkan pengamatan rekaman CCTV. 

Kesimpulan diambil berdasarkan pendekatan fisiognomy atau seni membaca wajah. 

"Saya katakan bukan tak ada penganut (pendekatan fisiognomy,red). Tapi dalam ilmu pengetahuan yang sifatnya science, ini (seni membaca wajah,red) tak lagi jadi pilihan," ujar Eva.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPAI: Mana Komitmen Pemda untuk Perlindungan Anak?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler