jpnn.com - Terpuruknya perekonomian Venezuela melahirkan krisis baru di negara berpenduduk sekitar 31 juta jiwa itu. Bukan lagi krisis ekonomi, tapi krisis kemanusiaan.
Penduduk-penduduk yang putus asa kepada Presiden Nicolas Maduro dan jajaran pemerintahannya tak mau terus-terusan hidup susah. Mereka nekat mengungsi ke negara tetangga. Brasil, Peru, Argentina, Cile, dan Kolombia.
BACA JUGA: Eksodus Venezuela Bikin Pening Tetangga
"Eksodus warga telah menempatkan Venezuela pada posisi baru yang tidak pernah kita lihat sebelumnya," tegas Geoff Ramsey, pengamat politik pada Washington Office on Latin America, organisasi riset khusus HAM.
Dalam wawancara dengan Bloomberg, dia menegaskan bahwa yang terjadi di Venezuela bukan lagi sekadar masalah domestik.
BACA JUGA: Terancam Kelaparan, Warga Venezuela Cari Tanah Air Baru
Sejauh ini, ada sekitar 2,3 juta warga Venezuela yang tinggal di luar negeri. Tiap hari, menurut data PBB, sekitar 5.000 penduduk Venezuela masuk ke wilayah asing.
Gelombang pengungsi dari Venezuela dalam setahun terakhir sudah menyamai jumlah tahunan pencari suaka yang menyeberangi Laut Mediterania.
BACA JUGA: Imigran Venezuela Ditolak di Mana-Mana
"Di Venezuela, penyebabnya bukan perang sipil. Tapi, dampaknya tidak berbeda dengan Syria dan Libya," kritik Austin Bay, pengamat politik internasional asal Amerika Serikat (AS), sebagaimana dilansir Sun Journal, Rabu (29/8).
Saat ini rakyat Venezuela tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dengan mudah. Air bersih dan listrik juga menjadi fasilitas yang mahal.
Hiperinflasi juga membuat pendidikan dan kesehatan terabaikan. Warga sibuk menyiasati kondisi yang serbatidak menguntungkan tersebut. Sementara itu, pemerintahan Maduro seolah tidak peduli dengan penderitaan rakyatnya.
Penduduk Venezuela yang mengungsi ke negara-negara tetangga itu terpaksa bekerja serabutan. Yang penting, mereka bisa makan.
"Setiap hari ada dua atau tiga orang yang datang untuk melamar pekerjaan. Mereka mau disuruh kerja apa saja," ujar Jorge Lara, pemilik restoran Caraota di Bogota, Kolombia.
Tapi, Lara tentu tidak bisa banyak menolong. Tidak mungkin dia menerima pekerja serabutan lebih dari satu. Itu juga dialami para pengusaha Kolombia yang lain. Di Brasil, Peru, Argentina, dan Cile pun fenomena yang sama terjadi.
"Pengalaman saya di sini tidak menyenangkan," ujar Aury Durand. Jelas saja, perempuan yang sedang hamil delapan bulan itu bekerja di tempat cuci mobil. Perutnya yang buncit menghambat gerak-geriknya. Dia tak bisa gesit.
Namun, Durand termasuk beruntung. Sebab, meski hamil, dia tetap diterima bekerja. Sebagian besar pengungsi yang lain tidak beruntung. Mereka terpaksa melakukan apa saja supaya mendapatkan uang. Ada yang menjajakan permen di jalan-jalan ramai. Ada juga yang menawarkan jasa membersihkan kaca mobil. (bil/c10/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ekonomi Amburadul, Venezuela Ogah Ganti Presiden
Redaktur & Reporter : Adil