BACA JUGA: BI Janji Perlonggar Likuiditas
Namun, berbagai perubahan yang akan dilakukan tidak akan berguna, sepanjang pemerintah tidak sigap menyikapi persoalanSeperti diketahui, pemerintah mengajukan asumsi indikator ekonomi masin-masing pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 6,2 persen, dan inflasi 6,5 persen. Sedangkan Rupiah ditetapkan pada kisaran Rp
BACA JUGA: BEI Minta Grup Bakrie Ekspos Publik
9 100/dollar AS, SBI untuk tiga bulan sebesar 8,5 persen, dan harga minyak mentah 100 dollar AS/barrel.Produksi minyak (lifting) sebanyak 950 ribu barel/hari, sedangkan defisit APBN sebesar Rp99,6 triliun dan penerimaan pajak Rp726,3 triliun atau naik 19,2 persen.Menurut anggota DPR yang juga pengamat ekonomi itu, berbagai asumsi pemerintah tersebut saat ini sudah tidak relevan lagi.''Begitu pula untuk perkembangan ke depannya,'' Dradjat menegaskan
BACA JUGA: Mandiri Batal Akuisisi Bank Indover
''Karena hal itu masih harus dikaji lebih mendalam, sembari memperhatikan perkembangan krisis global,'' Dradjat menandaskan.Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini, menyarankan agar pemerintah tidak memberlakukan kebijakan uang yang terlalu ketat dengan menaikkan suku bunga bank''Kami sarankan agar Menkeu dan Bank Indonesia membekukan kenaikan suku bunga bank,'' ujarnyaDradjat mengakui, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 telah menghantui bangsa Indonesia''Krisis 1998 ditandai dengan rontoknya nilai tukar rupiah, dan runtuhnya harga sahamKondisi itu kemudian diperparah dengan krisis perbankan''Jadi, dalam krisis saat ini, belum ada kredit macet di perbankanDan kalau sampai itu terjadi, maka akan terjadi rushKarena itu, kami menyarankan agar pemerintah tidak memberlakukan kebijakan uang ketat,'' Dradjat menandaskan(aj/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamina Bakal Integrasikan Impor Minyak
Redaktur : Tim Redaksi