jpnn.com - JAKARTA – Krisis listrik yang melanda Sumatera terancam menular ke Jawa. Penyebabnya, investasi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terhambat lantaran tidak terpenuhinya kebutuhan subsidi.
Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji mengatakan, tahun ini PLN membutuhkan Rp 151 triliun untuk mencukupi subsidi dan membiayai investasi pembangunan infrastruktur kelistrikan. ’’Jika pembangunan ditunda (karena kurang biaya), ancaman krisis listrik di Jawa pada 2018 bisa menjadi kenyataan,’’ ujarnya Rabu (28/5).
BACA JUGA: Biaya Logistik Diprediksi Bakal Naik Rp 800 Miliar
Masalahnya, dalam RAPBN Perubahan 2014, Kementerian Keuangan hanya menaikkan pagu subsidi BBM dari Rp 71,4 triliun menjadi Rp 107,1 triliun. Itu berarti masih ada kekurangan Rp 8 triliun yang harus dipenuhi PLN. Karena itu, BUMN setrum tersebut akan menyampaikan permasalahan tersebut kepada pemerintah dan DPR agar menambah pagu subsidi listrik menjadi Rp 115 triliun. ’’Sebab, proyek listrik ini berkesinambungan, tidak bisa diputus-putus,’’ katanya.
Selain untuk membiayai pembangunan jaringan listrik, dana Rp 115 triliun itu diperlukan untuk mencukupi kebutuhan debt service coverage ratio (DSCR). Jika DSCR tidak bisa dipenuhi, PLN tidak bisa lagi mencari tambahan pendanaan melalui obligasi atau surat utang. ’’Kalau kami tidak bisa menerbitkan obligasi, pembangunan jaringan listrik makin terhambat,’’ ucapnya.
BACA JUGA: Insentif Dorong Investasi Hilir CPO
Sebagaimana diwartakan, saat ini kapasitas pembangkit listrik se-Jawa Bali mencapai 31.000 megawatt (MW). Adapun rekor beban puncak konsumsi listrik tercatat 22.974 MW pada 24 April 2014 lalu. Dengan pertumbuhan listrik 2.000 MW per tahun, konsumsi pada 2018 diperkirakan tembus 31.000 MW. Karena itu, jika ada sedikit gangguan, wilayah Jawa-Bali terancam pemadaman listrik secara bergilir.
Nur menyebutkan, salah satu kunci untuk menghindarkan Jawa dari krisis listrik pada 2018 adalah penyelesaian PLTU Batang berkapasitas 2 x 1.000 MW. Pembangkit listrik swasta (independent power producer –IPP) yang dikerjakan PT Bhimasena Power Indonesia yang merupakan perusahaan patungan Adaro, J-Power, dan Itochu Corp itu, rencananya, dimulai 2010. Namun, hingga sekarang, pembangunannya belum terlaksana gara-gara terhambat pembebasan lahan.
BACA JUGA: Krisis Listrik Mengancam Jawa, PLN Butuh Dana Investasi Rp 115 T
Padahal, lanjut dia, pembangun PLTU dengan nilai investasi Rp 40 triliun itu dibutuhkan setidaknya 3–4 tahun. Selain itu, pembangunan pembangkit harus disertai pendirian jaringan transmisi dan distribusi untuk menyalurkan listrik ke konsumen. ’’Kalau satu (proyek) molor, rangkaian yang lain juga molor. Karena itu, kami berharap betul proyek PLTU Batang ini bisa segera dimulai,’’ ujarnya.
Meski demikian, lanjut dia, sebenarnya ada strategi lain untuk menggenjot kapasitas listrik di Jawa-Bali. Yakni, membangun pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) dengan teknologi combined cycle yang hanya membutuhkan waktu dua tahun untuk memulai pembangunan hingga siap beroperasi. Itu jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan membangun PLTU yang membutuhkan waktu 3–4 tahun. Dia menyebutkan, pembangunan PLTGU 2.000 MW membutuhkan biaya USD 2 miliar atau sekitar Rp 22 triliun. ’’Masalahnya kembali lagi, dana PLN terbatas. Karena itu, kami benar-benar mengharapkan pemerintah bisa mencukupi kebutuhan investasi PLN,’’ katanya.
Ancaman krisis listrik di Jawa harus disikapi serius. Sebab, listrik ibarat bahan bakar yang menggerakkan roda perekonomian. Apalagi, 58 persen pangsa perekonomian Indonesia berada di Jawa. ’’Kalau Jawa krisis listrik, ekonomi Indonesia sudah pasti terancam,’’ ucapnya. (owi/c4/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketergantungan Impor Masih Tinggi
Redaktur : Tim Redaksi