Krisis Minyak Goreng Berkepanjangan Bukti Kebijakan Kemendag Tidak Tepat

Sabtu, 12 Maret 2022 – 17:29 WIB
Beberapa pekan ini masyarakat kembali mengeluh dengan kelangkaan minyak goreng yang terjadi di pasaran. Foto: Wenti Ayu/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Masalah harga minyak goreng di pasaran belum juga selesai meski pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan telah beberapa kali mengubah kebijakan.

Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Rahma Gafni menilai Kemendag tidak memahami permasalahan.

BACA JUGA: Minyak Goreng Langka, Bukti Pemerintah Tidak Kompeten?

"Ibarat orang yang kehilangan baju di rumah, tetapi mencari di pantai," ujar Rahma kepada wartawan, Sabtu (12/3).

Rahma memberi gambaran sederhana, produksi CPO nasional sebesar 46,88 juta ton pada 2021.

BACA JUGA: Minyak Goreng Langka, DMO CPO Naik, Awas Imbasnya Bisa Parah

Sebanyak 18,42 juta ton digunakan untuk kebutuhan domestik, sehingga masih ada sisa sekitar 28,5 juta ton yang seharusnya bisa untuk ekspor.

Kebutuhan CPO nasional (domestik) sekitar 18,42 juta ton untuk produksi minyak kelapa sawit dan untuk proyek BioDiesel sebesar 7,34 juta ton. Berdasarkan hitungan diatas kertas, pasokan CPO domestik harusnya tercukupi.

BACA JUGA: Bu Mufida Miris Melihat Mak-Mak Harus Berebut Minyak Goreng

"Kemendag harusnya memiliki perhitungan terkait bagaimana kebutuhan domestik diutamakan dan dimana permasalahan yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng masih terjadi. Kelangkaan minyak goreng di pasaran terjadi sampai sekarang dan sepertinya mendapatkan jalan buntu bagi Kemendag," ujar Rahma.

Menurut Rahma, CPO untuk kebijakan BioDiesel maupun untuk minyak goreng itu bukan persoalan utama.

Saat ini ada sekitar 6 produsen minyak goreng yang berhenti produksi, karena tidak mendapatkan pasokan CPO.

"Masalah utamanya ada di titik ini. Jika produksi aman tentunya perlahan tapi pasti distribusi juga akan aman," ujarnya.Selain pasokan CPO yang dari pabrik kelapa sawit ke industri minyak goreng maupun Biodiesel permasalahannya lebih ke Ekspor.

"Jadi kebijakan itu harus mengarah kepada kebijakan pemenuhan domestik lebih dahulu," imbuhnya.

Mengenai maraknya penimbunan minyak goreng, juga harus segera ditangani. Misalnya dengan kerjasama melalui berbagai instansi lainnya untuk melakukan sidak.

Kini Kemendag juga telah menaikkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dari 20% menjadi 30%.

Rahma menilai kebijakan tersebut akan berdampak pada penguatan stok domestik.

Namun hal itu harus dibarengi dengan distribusi yang semakin baik dan terkontrol.

Mengingat sebelumnya juga stok diklaim melimpah namun tidak ada di pasaran.

Kenaikan DMO juga akan mengakibatkan harga global meningkat.

"Maka kenaikan DMO harus dikaji dulu secara mendetail, apakah kebijakan ini lebih menguntungkan bagi domestic, atau justru malah merugikan. Kajian Cost and Benefit harus dilakukan secara mendalam," pungkas Rahma. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler