Kritik Keras Kriteria Penceramah Radikal ala BNPT, HNW Beri Saran Begini

Kamis, 10 Maret 2022 – 22:47 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung sikap Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan aktivis HAM yang mengkritik kriteria penceramah radikal oleh BNPT. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA mempertanyakan kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Kritik itu disampaikan Hidayat Nur Wahid karena kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan BNPT dinilai tendensius. 

BACA JUGA: Perempuan Berjilbab Menikah di Gereja, HNW: Muslimah Tak Boleh Menikahi Pria Beda Agama

Hal tersebut tidak menyelesaikan masalah radikalisme.

Karena itu, HNW, sapaan akrab Hidayat Nur Wahid, mendukung sikap Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan aktivis HAM yang mengkritik kriteria penceramah radikal oleh BNPT.

BACA JUGA: HNW: MPR dan Mayoritas Fraksi di DPR Menolak Pengunduran Waktu Pemilu

Kriteria tersebut ditetapkan secara sepihak, tendensius, dan tidak adil.

Kriteria ini tidak menyentuh radikalisme lain yang terjadi di NKRI.

BACA JUGA: Kepuasan Terhadap Jokowi Masih Tinggi, HNW Heran dan Singgung Soal Ini

Di antaranya, dalam bentuk komunisme, ateisme, maupun separatisme yang bertentangan dengan Pancasila.

Apalagi, kriteria itu juga menyasar penceramah dengan sikap kritis dan korektif kepada pemerintah.

“Kriteria mengatasi radikalisme itu mestinya sesuai dengan Pancasila yang final pada 18 Agustus 1945 dan UUD NRI yang mengakui dan menghormati agama dan hak asasi manusia,” ujarnya di Jakarta, Kamis (10/3).

Menurut HNW, kriteria ini justru menimbulkan rasa diperlakukan tidak adil.

Sebab, di pihak lain, dibiarkan radikalisme melalui ceramah maupun kegiatan lain oleh mereka yang antiagama.

Misalnya, kelompok ateis maupun komunis yang tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila.

Sementara itu, Menkopolhukam menyatakan bahwa gerakan separatis KKB OPM disebut sebagai kelompok yang lebih berbahaya daripads radikalisme. 

Namun, kriteria-kriteria versi BNPT tidak membahas masalah radikalisme dari jenis itu.

Kriteria-kriteria BNPB mengatasi radikalisme, kata HNW mestinya juga tidak mematikan demokrasi dan pelaksanaan HAM dalam bentuk kritik konstruktif terhadap pemerintah yang sah.

Dengan kriteria pasal karet ala BNPT ini, menurut HNW, bisa-bisa di lapangan yang dipraktikkan represi.

Setiap kritik dari penceramah akan dimasukkan pada kriteria membenci pemerintah atau tidak memercayai pemerintah.

Ini tergolong dalam kriteria radikalisme ala BNPT sehingga kritik dan penceramah akan terbungkam dengan label penceramah radikal.

Wajar bila kriteria-kriteria penceramah radikal itu ditolak oleh banyak pihak.

Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebutkan, kriteria ini hanya untuk membuat kontroversi dan gaduh.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal MUI KH Amirsyah Tambunan mengkritik keras dan menyebut kriteria penceramah radikal ala BNPT itu sebagai blunder.

Organisasi pegiat hukum dan hak asasi manusia menyamakan model stempel radikal ini dengan apa yang digunakan orde baru dalam membungkam demokrasi.

Komisi III DPR juga mengkritik dengan menyebutnya sebagai pendiskreditan terhadap Umat Islam.

Sikap BNPT, kata HNW, mestinya berbasis kajian komprehensif dan bertanggung jawab.

“Sehingga terhindar dari menggunakan kriteria tendensius dan pasal karet yang berpotensi menciptakan radikalisme dan ketidakadilan dalam penanganan radikalisme,'' ujarnya.

Karena itu, HNW mendesak agar kriteria penceramah radikal versi BNPT ini segera dicabut.

”Jika ingin revisi, BNPT harus melakukan revisi total dengan melibatkan lembaga-lembaga otoritatif dengan konsisten berlandaskan pada Pancasila, UUD NRI 1945, hukum dan keadilan,'' ucapnya.

HNW mengingatkan agar BNPT tidak mengulangi masalah yang tidak menyelesaikan masalah penanganan terhadap radikalisme dalam berbagai ideologi dan gerakan karena bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Sebelumnya, Kepala BNPT pernah datang ke MUI dan meminta maaf terkait pernyataan terbuka soal pesantren yang terafiliasi dengan teorisme.

“Kepala BNPT meminta maaf terkait hal tersebut. Jadi, mestinya hal ini tidak diulangi aga radikalisme dan terorisme bisa diatasi dengan benar,” tandasnya. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler