jpnn.com, SLEMAN - Anggota DPRD DI Jogjakarta Huda Tri Yudiana menilai sistem zonasi dalam PPDB terlalu dipaksakan. Baik sistem maupun prosesnya.
Menurutnya, implementasi aturan dari pusat itu memerlukan perubahan regulasi di daerah. Sementara kondisi tiap daerah berbeda. Akibatnya timbul keresahan di masyarakat.
BACA JUGA: PPDB Sistem Zonasi, Syarat Domisili Diakali demi Sekolah Favorit
"Seolah-olah pemerintah pusat membuang masalah saja di daerah," kritik politikus PKS asal Bangunkerto, Turi, Sleman, itu.
Huda menyindir adanya teori dalam sistem zonasi PPDB yang dirumuskan dengan khayalan.
BACA JUGA: 260 Nama Calon Siswa Hilang dari Pengumuman Kelulusan PPDB
Ada kesalahan paradigma, di mana teori normatif langsung diaplikasikan di lapangan tanpa melihat realitas dan psikologis masyarakat.
Dampaknya, tak semua siswa berprestasi bisa terakomodasi dengan baik. Lantaran dalam sistem zonasi tidak ada lagi persaingan nilai. Sehingga menjadikan anak tidak terpacu untuk berprestasi.
BACA JUGA: Ini Empat Rekomendasi KPAI terhadap Pelaksanaan PPDB 2019
BACA JUGA: Ananda Gagal PPDB Jalur Zonasi, tak Daftar ke Swasta karena Ortu tak Mampu
“Jadi sistem ini justru tidak bisa mendorong siswa semangat belajar. Sekarang (siswa, Red) yang pintar jadi tidak ada gunanya," sesalnya.
Huda meminta pemerintah segera melakukan evaluasi bersama. Agar sistem zonasi PPDB ke depan tak sampai menyebabkan penurunan kualitas pendidikan di daerah.
Berbeda pendapat, Kabid Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan, Disdikpora DIJ Didik Wardaya menyatakan, sistem zonasi merupakan bentuk keberkepihakan pemerintah terhadap masyarakat.
BACA JUGA: 4 Siswa Baru SMP Favorit Mengundurkan Diri Gegara Surat Keterangan Domisili
"Hanya, yang menjadi ‘PR’ bersama adalah bagaimana mempercepat peningkatan kualitas sekolah-sekolah yang masih rendah. Agar sesuai dengan sekolah-sekolah lainnya," katanya. (har/cr15/yog)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dampak PPDB Zonasi, Sekolah Swasta Sulit dapat Siswa Baru, Promo Gratiskan Seragam
Redaktur & Reporter : Soetomo