Kritikan Fadli Zon untuk Rekor Bu Menkeu Cetak Utang Baru

Minggu, 12 April 2020 – 23:41 WIB
Fadli Zon. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Fadli Zon mengingatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bahwa utang bukan prestasi yang membanggakan. Mantan wakil ketua DPR itu mengaku tidak habis pikir ketika mendengar pernyataan Menkeu yang menarasikan peluncuran global bond atau surat utang global berdenominasi mata uang dolar AS (USD) beberapa hari lalu dengan nada penuh kebanggaan.

“Seolah itu sebuah prestasi. Utang memang bukan aib, tetapi makin besar utang pemerintah, para pejabat publik seharusnya memperbesar rasa malu, bukannya menebar kebanggaan,” ujar Fadli melalui layanan pesan, Minggu (12/4).

BACA JUGA: Ada Rekor Baru dari Bu Menkeu soal Penerbitan Surat Utang

Sebelumnya menteri yang kondang dengan inisial SMI itu menerbitkan sovereign bond senilai USD 4,3 miliar atau setara Rp 68,8 triliun (kurs USD setara Rp 16.000). Angka itu merupakan rekor karena menjadi sovereign bond terbesar dalam sejarah Republik Indonesia.

Fadli menegaskan, menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang menerbitkan sovereign bond di tengah pandemi Covid-19 sama sekali tidak menunjukkan kehebatan. Malah sebaliknya, hal itu menunjukkan betapa ringkihnya perekonomian kita.

BACA JUGA: Misbakhun Ingatkan Sri Mulyani Tulus Menolong Rakyat Lewat Stimulus

“Begitu rapuhnya ekonomi kita, sehingga meskipun krisis baru saja dimulai, kita sudah membutuhkan suntikan utang dalam jumlah besar. Sekali lagi, tak sepatutnya hal semacam itu diceritakan sebagai sebuah kebanggaan, apalagi prestasi,” tegasnya.

Lebih lanjut Fadli memerinci, sebelum ada pandemi Covid-19 pun pemerintah membutuhkan utang baru setidaknya Rp 351,9 triliun untuk menutup defisit APBN. Pada saat bersamaan, Pemerintah juga harus melunasi utang jatuh tempo sebesar Rp 389,98 triliun.

BACA JUGA: Pemerintah Terbitkan Surat Utang, Hergun: Jangan Berlindung di Balik Corona

“Artinya, pada tahun ini pemerintah membutuhkan utang sebesar Rp 741,84 triliun untuk kebutuhan pembiyaan. Itu adalah perhitungan sebelum adanya pandemi,” tutur alumnus London School of Economics (LSE) Inggris itu.

Fadli mencatat realisasi Surat Berharga Negara (SBN) pada kuartal I 2020 mencapai Rp 243,83 triliun, alias sekitar 33,15 persen dari target penerbitan SBN tahun ini. Namun, katanya, angka-angka itu belum memperhitungkan efek krisis Covid-19.

Sementara pada kuartal II 2020, sambung Fadli, pemerintah melalui pandemic bond menargetkan bisa memperoleh Rp 449,9 triliun. “Artinya, jumlah utang kita akan terus membengkak. Dengan memperhitungkan nilai tukar rupiah dan inflasi, diperkirakan pada akhir 2020 jumlah utang kita bisa mencapai Rp 6.157 triliun,” tegasnya.

Mengutip ekonom senior Rizal Ramli, Fadli mengatakan bahwa batas aman utang saat ini adalah 22 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan bukan 60 persen sebagaimana diatur UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sebab, rasio aman yang digunakan dalam UU Keuangan Negara sebenarnya mengacu pada dua kali rasio pajak negara-negara The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang berada di kisaran 30 persen.

“Jadi, kalau kita mengacu pada rasio pajak selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang dalam lima tahun terakhir hanya limit sebelas persen, maka batas aman utang kita seharusnya adalah 22 persen PDB. Artinya, kita saat ini sebenarnya sudah melanggar batas aman. Sebab, per Februari lalu, utang pemerintah sudah mencapai Rp 4.948,2 triliun, atau setara dengan 30,82 persen PDB. Rasio ini bahkan jauh di atas rasio utang sebelum krisis 1997/1998,” sebut Fadli.

Oleh karena itu Fadli menyebut pemerintah tak berhati-hati dalam mengelola keuangan negara. Akibatnya adalah Indonesia makin terjerumus pada jurang defisit.

“Saya khawatir, krisis kesehatan akibat virus corona ini akan dijadikan dalih oleh pemerintah untuk mengeruk utang sebesar-besarnya demi menutupi compang-campingnya keuangan negara. Jadi bukan untuk mengatasi krisis yang sedang dihadapi rakyat itu sendiri,” tegasnya.(boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler