jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (1/1), kembali menggelar sidang lanjutan gugatan praperadilan yang diajukan keluarga Suci Khadavi Putra, laskar FPI yang tewas ditembak aparat kepolisian di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, 7 Desember 2020.

Gugatan tersebut bernomor perkara 158/Pid.Pra/2020/PN.JKT.SEL tertanggal 30 Desember 2020, berkaitan dengan dugaan penangkapan secara tidak sah oleh pihak kepolisian.

BACA JUGA: Komnas HAM Mangkir di Sidang Gugatan Praperadilan Keluarga Laskar FPI

Sidang berlangsung di ruang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, dimulai sekitar pukul 10.30 WIB.

Namun demikian, dari pihak termohon, yang hadir hanya dari Bareskrim Polri dan perwakilan Kapolda Metro Jaya.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Minta Polisi Penembak Laskar FPI Diadili, Pesan Rizieq, Jenderal Listyo Sigit Memohon kepada Sekuriti

Sementara itu, termohon dari pihak Komnas HAM kembali absen dalam sidang kedua kali ini.

Meski demikian, hakim tunggal Ahmad Suhel menganggap surat permohonan dari pihak keluarga Khadavi dianggap sudah dibacakan karena pihak-pihak termohon sudah menerima surat atau berkas materi gugatan.

BACA JUGA: Listyo Sigit: Kami Tidak Berani ke Mana-mana sebelum Bertemu dengan Pak Kiai

Persidangan akan kembali dilanjutkan pada Selasa (2/2/2021) dengan agenda jawaban dari pihak termohon atas gugatan keluarga Khadavi.

Rencananya, sidang akan berlangsung pada pukul 09.30 WIB.

"Besok kami agendakan sekitar jam setengah 10, itu lebih baik. Sidang selesai dan ditutup," ungkap hakim tunggal Ahmad Suhel.

Usai sidang, kepada wartawan tim kuasa hukum keluarga Khadavi menjelaskan mengenai isi surat permohonan gugatan praperadilan.

Rudy Marjono, tim kuasa hukum penggugat, menyatakan bahwa Khadavi merupakan Laskar Khusus yang bertugas mengawal keluarga Habib Rizieq Shihab.

Pengawalan itu berlangsung pada tanggal 6 dan 7 Desember 2020.

Tim kuasa hukum pun membeberkan aturan yang harus dipatuhi oleh Khadavi dalam menjalankan tugas mengawal keluarga Habib Rizieq.

Salah satunya, tidak membawa senjata api maupun bahan peledak ketika bertugas.

"Bahwa dalam menjalankan tugasnya, korban tunduk pada aturan dan prosedur operasi standar (SOP) yang ditetapkan oleh pengurus FPI, yang salah satunya adalah adanya larangan untuk membawa senjata tajam, senjata api dan atau bahan peledak dalam menjalankan tugasnya," ungkap Rudy Marjono.

Lebih lanjut, Rudy menjelaskan, selama hidup almarhum Khadavi tidak pernah mengikuti pelatihan maupun pendidikan yang bertentangan dengan hukum.

Bahkan, dia menyebut kalau Khadavi tidak pernah mengikuti pelatihan menembak maupun menggunakan bahan peledak lainnya.

"Serta tidak memiliki atau membawa senjata tajam/senjata api atau bahan peledak selama hidupnya," katanya.

Rudy menambahkan, sebelum Khadavi melakukan pengawalan terhadap Rizieq, tidak ada satu dokumen pun yang menyatakan kalau dia pelaku tindak pidana.

Sehingga, tidak ada tidak ada hak bagi kepolisian untuk menangkap Khadavi saat itu.

"Korban atau Pemohon tidak pernah mendapatkan dokumen dari Termohon I atau Termohon II yang menyatakan bahwa korban adalah tersangka dari suatu tindak pidana, sehingga oleh karenanya korban dapat dilakukan penangkapan," jelas Rudy.

Dalam surat itu juga dijelaskan, almarhum Khadavi pada tanggal 7 Desember 2020 hanya mengetahui bahwa status Habib Rizieq masih sebagai saksi dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan.

Sehingga, dalam hal ini Rizieq belum berstatus tersangka dan tidak dilarang bepergian secara bebas.

Merujuk pada hal itu, Khadavi mendapat perintah untuk mengawal Habib Rizieq yang hendak melakukan pengajian internal pada 6 Desember 2020.

Sesuai SOP yang telah ditetapkan oleh pengurus FPIm Khadavi hanya diperkenankan membawa alat komunikasi dan perlengkapan ibadah saja.

"Sesuai SOP yang ditetapkan oleh pengurus Front Pembela Islam (FPI), korban selain membawa perlengkapan pribadi, hanya membawa perlengkapan berupa alat komunikasi dan alat ibadah. Korban tidak membawa alat kelengkapan berupa senjata, baik senjata tajam maupun senjata api," pungkas Rudy.

Sebelumnya, hakim tunggal Ahmad Suhel menunda jalannya sidang perdana yang berlangsung pada Senin (18/1/2021) lalu. 

Sebab, tiga pihak termohon absen alias tidak hadir di persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (cr3/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:

Berita Terkait