jpnn.com - jpnn.com - Tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama menduga bahwa sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang fatwa Ahok telah menista agama, berdasarkan permintaan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Humprey Djemat selaku penasihat hukum Ahok mengatakan bahwa fatwa tersebut tidak jauh dari konstelasi Pilgub DKI Jakarta. Apalagi, kata dia, fatwa MUI terkesan keluar dengan tergesa-gesa.
BACA JUGA: Pak Ahok, Mau Menantang Jutaan Santri?
“Nah, ditanyakan kepada saksi, apakah saksi pada Kamis 6 Oktober 2016 pukul 10.16 WIB, itu ada menerima telepon dari Pak Susilo Bambang Yudhoyono? Di mana SBY menyatakan bahwa ada dua hal. Pertama tolong terima Agus di kantor PBNU. Kedua, tolong buatkan fatwa mengenai penistaan agama terhadap Saudara Ahok,” kata Humprey usai sidang ditunda di Kementerian Pertanian, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (31/1).
Humprey bahkan mengklaim memiliki bukti adanya percakapan terkait dua permintaan Presiden Ke-6 RI itu kepada Ma’ruf. “Tapi pada waktu ditanyakan tersebut, beliau bilang tidak ada,” terang Humprey.
BACA JUGA: Kubu Ahok: Tidak Mungkin Kami Melaporkan Maruf Amin
Wakil Ketum Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta itu juga menerangkan, sebelum fatwa MUI keluar pada 11 Oktober, pasangan Cagub nomor urut satu Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni menyambangi Kantor PBNU. Di sana, Ma’ruf yang juga selaku Rais Aam PBNU bersama Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menerima kunjungan jagoan Cikeas tersebut pada 7 Oktober.
Menurut Humprey, kedatangan Agus-Sylvi menunjukkan Ma’ruf mendukung anak SBY itu. “Tapi beliau katakan tidak ada hubungannya ke sana,” terang Humprey.
BACA JUGA: Anak Buah SBY Tuding Ahok dan Pembelanya Berbuat Jorok
Kejanggalan lainnya adalah ketika MUI DKI Jakarta hanya mengirimkan surat teguran kepada Ahok pada 9 Oktober. Namun, pada 11 Oktober, MUI Pusat mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah menista agama.
“Berarti dalam teguran itu diharapkan jangan mengulangi lagi perbuatannya dan ternyata dalam waktu dua hari, MUI mengeluarkan pendapat keagamaan yang menurut Pak Ma’ruf ini lebih tinggi daripada fatwa,” terang dia.
Terakhir, kata Humprey, rapat di internal MUI untuk mengeluarkan fatwa terkesan dimonopoli. Meski keputusan melibatkan empat komisi di internal MUI, tapi tim penasihat hukum Ahok menilai bahwa orang-orang di dalamnya memiliki kepentingan-kepentingan politik.
“Apakah rapat-rapat MUI tersebut dicatat oleh notulen? Ternyata banyak jawabannya tidak jelas bahkan laporannya banyak bersifat lisan. Dan ini juga kami tanyakan kenapa harus seperti itu. Jadi kami melihat bahwa komisi MUI itu ada 12 tapi dilibatkan hanya empat. Empat ini juga tidak jelas bagaimana suasana pembahasannya,” jelas Humprey.(Mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ancaman Kubu Ahok ke Maruf Amin Melukai Nahdliyin
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga