Kubu Irman Sebut Tuntuan Jaksa Berlebihan

Rabu, 01 Februari 2017 – 13:39 WIB
Terdakwa kasus suap impor gula Irman Gusman menjalani sidang lanjutan di pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/1). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan terdakwa. Foto by: Ricardo

jpnn.com - jpnn.com - Terdakwa suap penambahan kuota impor gula Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) untuk Sumatera Barat (Sumbar) Irman Gusman tidak terima tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain terlalu tinggi, tuntutan jaksa juga dianggap tidak sesuai dengan fakta persidangan.

BACA JUGA: Ini Alasan Jaksa Cabut Hak Politik Irman Gusman

“Dan menurut hemat kami, ini tuntutan yang berlebihan,” kata Maqdir Ismail, penasihat hukum Irman usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (1/2).

Maqdir juga keberatan soal pencabutan hak politik Irman. Dia menilai jaksa keliru mengartikan hak yang bisa dicabut.

Maqdir menjelaskan hak yang bisa dicabut itu menurut Undang-undang adalah yang diberikan oleh pemerintah.

BACA JUGA: JPU Tuntut IG 7 Tahun Penjara dan Hak Politik Dicabut

Bukan hak asasi manusia. Selain itu, lanjut dia, hak yang bisa dicabut adalah yang harus berhubungan dengan kejahatan atau hasil dari perbuatan pidana.

“Sementara ini hak politik didapatkan seeseorang sebagai hak asasi diberikan oleh UUD. Saya kira ini yang harus dikoreksi segera secara baik. Meskipun hak politik ini dicabut hanya tiga tahun. Bukan itu persoalannya, bukan itu esensinya,” katanya.

Dia mengatakan dalam pembelaan nanti akan menyampaikan beberapa hal. Antara lain, akan membuktikan tidak pernah ada komunikasi dan transaksi soal uang Rp 100 juta oleh Irman dengan Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan Memi.

BACA JUGA: KPK Langsung Eksekusi Pasutri Penyuap Irman Gusman

“Secara faktual di persidangan hanya pembicaraan antara Memi dan Pak Xaveriandy Sutanto,” katanya.

Dia mengatakan, Irman tidak pernah tahu mengenai itu. Karenanya Maqdir heran, jaksa bisa menyebut ini sebagai suap.

“Bagaimana ini bisa disebut suap? Sebab suap itu harus ada pembicaraan antara pemberi dan penerima. Itu pokoknya,” kata Maqdir.

Dia pun menegaskan, tidak ada bukti mengenai pembicaraan soal komitmen fee. Maqdir menegaskan, Irman tidak pernah memanfaatkan jabatannya.

“Justru sebenarnya kalau dilihat secara jernih yang memanfaatkan jabatan Pak Irman itu adalah Memi. Bukan Pak Irman memanfaatkan jabatannya,” tuntasnya.

JPU KPK menuntut Irman Gusman tujuh tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. JPU juga menuntut agar majelis menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokok.

JPU KPK menyatakan Irman terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan menerima suap Rp 100 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi.

Irman menggunakan pengaruhnya mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya.

JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik bertujuan melindungi publik dari fakta dan persepsi yang salah tentang calon pemimpin.

Dia menegaskan, pencabutan hak politik menghindari terjadinya salah pilih. Selain itu juga melindungi masyarakat agar tidak dikhianati oleh pemimpin yang dipilih. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Farizal Segera Disidang


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler