jpnn.com, JAKARTA - Penasihat hukum Setya Novanto membacakan nota pembelaaan pada terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4).
Penasihat hukum menilai ada sejumlah tata cara persidangan yang ditabrak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BACA JUGA: Tuding Dakwaan JPU pada Setya Novanto Keliru
Di antaranya terkait saksi yang diperiksa, JPU disebut telah menghadirkan sejumlah saksi yang sebelumnya tidak pernah diperiksa dan berkas pemeriksaannya tidak ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Banyak hal berlebihan, seperti dalam menghadirkan saksi, beberapa di antaranya tidak pernah diperiksa dalam BAP," ujar penasihat hukum Novanto, Maqdir Ismail.
BACA JUGA: Tok Tok Tok, Vonis untuk Setnov Bakal Dibacakan 24 April
Maqdir juga menyebut ada penuntut umum yang melontarkan kalimat negatif pada penasihat hukum Novanto, di depan persidangan.
"Meski demikian, kami berkeyakinan majelis hakim akan memberi penilaian objektif. Kami juga mencoba meyakini penuntut umum masih menghormati dan menempatkan terdakwa sebagai anak manusia yang tidak boleh dikurangi hak asasinya," kata Maqdir.
BACA JUGA: Jaksa KPK Langsung Tolak Pembelaaan Novanto
Maqdir menegaskan, hukum pada hakikatnya bertujuan untuk menegakkan kehormatan manusia, bukan untuk menistakan manusia dan merendahkan haknya.
Selain itu, pengadilan dan proses pengadilan, menurutnya, juga bukan tempat penghukuman atau balas dendam terhadap orang yang tak disukai, tapi tempat mencari kebenaran yang hakiki.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK sebelumnya menuntut Novanto hukuman penjara 16 tahun dan denda Rp 1 miliar. Jaksa juga menuntut Novanto membayar uang pengganti senilai USD 7,435 juta.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kini Jadi Pesakitan, Setnov Curigai Johannes Marliem
Redaktur & Reporter : Ken Girsang