jpnn.com - BOGOR-Hingga kemarin harga gas 12 Kg masih melonjak tak terkendali di tingkat agen dan pengecer di Kota dan Kabupaten Bogor. Harga terkatrol dari Rp102 ribu hingga Rp145 ribu. Pemerintah pun tak bisa berbuat banyak menghadapi hal ini.
Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Bogor memastikan belum menggelar inspeksi mendadak sidak elpiji. Diskoperindag menekankan, harga tertinggi di pasaran seharusnya Rp123 ribu hingga Rp125 ribu per tabung. Hal itu dilakukan saat ini mengingat subsidi sudah dibebankan kepada konsumen.
BACA JUGA: Instruksi Jokowi Bikin Jumat tak Macet Lagi
Sementara itu Kabid Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor Mangahit Sinaga memastikan, kenaikan harga 12 Kg naik tidak serta merta mengerek harga gas 3 Kg. Karena itu disubsidi pemerintah.
Menurutnya, kenaikan gas 12 kg bukan saja terjadi di Indonesia. Namun juga di sejumlah negara Asia dan Eropa. “Namun saya pastikan gas 12 kg tidak langka, hanya saja kejadian di lapangan para pangkalan tidak mampu membayar karena kenaikan harga yang cukup drastis. Dari data yang saya terima, kenaikan gas 12 kg dari Rp80 ribu naik menjadi Rp120 ribu,” ungkapnya.
BACA JUGA: PNS DKI Jakarta Minta Waktu Beradaptasi
Kenaikan harga gas 12 kg langsung membuat pengusaha kuliner menaikan harga makanannya. Seperti yang dilakukan pemilik warung makan Mbah Jingkrak di Jalan Kumbang, Budiyanto. Ia terpaksa menaikkan harga makanannya dari mulai Rp500 hingga Rp1000. “Saya memberikan harga Rp4.999 menjadi Rp5.999 karena semua angka menggunakan 999,” ujarnya.
Pria yang akrab diakrab disapa Budi itu mengaku seluruh bahan makanan dan minuman menggunakan gas. Namun, ia tidak serta merta menaikkan harga seluruh makanan yang dijual di tempatnya. Alasannya, karena pelanggan pasti kaget dengan kenaikan yang signifikan. “Sekarang ini pengusaha rumah makan menjual harga minim untung minim asal pendapatan berputar,” tambahnya.
BACA JUGA: Kepala Dinas Ngantor Naik Mikrolet dan Gowes
Sedangkan pengusaha hotel mulai mengurangi penggunaan air panas. Ketua Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Bogor, Adhy Satrianto, menjelaskan para pengusaha hotel senantiasa menggunakan elpiji 12 Kg untuk kebutuhan di dapur dan air panas di kamar.
"Kami belum ada rencana menaikkan tarif hotel, tapi elpiji 12 kg untuk air panas dan dapur pasti membengkak. Karenanya kami memilih mengurangi pemakaian air panas untuk kamar," tutur Adhy.
Pengusaha hotel juga tak bisa beralih ke elpiji berukuran lebih besar, 50 Kg. Karena harganya ikut naik dari Rp675 ribu menjadi Rp805 ribu per tabung.
"Posisi kami saat ini bingung, dalam waktu dekat seluruh anggota PHRI akan rapat membahas kenaikan harga elpiji ini," urainya.
PHRI Kota Bogor saat ini setidaknya memiliki anggota sebanyak 60 pengusaha hotel dan tercatat aktif sebanyak 40 anggota. Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bogor, Erik Irawan Suganda meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor untuk memperketat pengawasan pengawasan terhadap agen-agen elpiji 3 kg agar tidak terjadi kelangkaan.
Dikatakannya, walaupun harga elpiji naik dengan nilai yang cukup tinggi, namun dirinya berpendapat warga Kota Bogor tetap memastikan barang tetap ada dan mudah didapatkan. "Konsumsi 12 kg ini mayoritas oleh kalangan menengah keatas dan berdampak sangat besar,” bebernya. (ram/ind/c)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berusaha Menolong, Malah Ditodong
Redaktur : Tim Redaksi