Kunjungan Tak Bersahabat Erdogan ke Yunani

Minggu, 10 Desember 2017 – 20:48 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) saat konferensi pers bersama PM Yunani Alexis Tsipras di Athena, Kamis (7/12). Foto: AP

jpnn.com, ATHENA - Kunjungan seorang kepala negara ke negara lain biasanya diwarnai hal-hal positif seperti persahabatan, persatuan dunia, kemanusiaan dll. Tapi itu semua nyaris tak terlihat saat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berkunjung ke Athena, Yunani, Kamis (7/12) lalu.

Itulah kunjungan pertama kepala negara Turki ke Yunani, dua negara bertetangga yang kerap bersitegang, dalam 65 tahun terakhir.

BACA JUGA: Yerusalem Ibu Kota Israel, Erdogan hingga Taliban Marah

Pemerintah Yunani di bawah Perdana Menteri Alexis Tsipras sangat berharap kunjungan itu akan meredakan ketegangan sekaligus meningkatkan kerja sama antar kedua negara.

Tapi, apa yang terjadi? Mengutip The Guardian, hanya berselang sejam setelah turun dari pesawat dan beramah tamah, Erdogan langsung membombardir Yunani dengan pernyataan-pernyataan yang membuat telinga mereka panas.

BACA JUGA: Tata Kawasan Tanah Abang, Anies-Sandi Berkiblat ke Turki

Yang dibahas pertama adalah Kesepakatan Lausanne yang ditandatangani pada 1923. Kesepakatan itu merupakan pembagian wilayah pasca Perang Dunia I dan tonggak berdirinya Turki modern.

Menurut Erdogan, kesepakatan itu sudah tua dan perlu diperbarui. Sebab, yang terlibat di dalamnya bukan hanya Yunani dan Turki. Tapi, juga beberapa negara lain seperti Jepang.

BACA JUGA: Mampukah Indonesia Ikuti Sukses Redenominasi Turki?

Pemimpin 63 tahun tersebut ingin pembaruan kesepakatan bisa melindungi minoritas Turki di wilayah utara Yunani. Erdogan berpendapat bahwa mereka masih didiskriminasi.

”Anda tidak akan menemukan perlakuan seperti itu pada penduduk Yunani di Turki,” ujar Erdogan kepada Presiden Turki Prokopis Pavlopoulos yang menyambutnya.

Ada sekitar 100 ribu penduduk muslim keturunan Turki di Thrace. Erdogan menuding pemerintah Yunani tidak mengizinkan kata Turk yang merujuk pada keturunan Turki ditulis di gedung-gedung sekolah. Padahal, lanjut Erdogan, Yunani tidak akan bisa masuk NATO tanpa dukungan dari Turki.

Pavlopoulos tentu tak tinggal diam. Dia juga melancarkan pernyataan-pernyataan untuk membela diri.

”Kesepakatan Lausanne menjelaskan wilayah dan kekuasaan Yunani serta Uni Eropa. Kesepakatan itu tidak bisa dinegosiasikan lagi. Tidak ada kekurangan di dalamnya, tidak perlu ditinjau ulang maupun diperbarui,” tegasnya kepada sang tamu seperti dilansir The Guardian. Saling lempar pernyataan pedas antar kedua kepala negara berlangsung selama 30 menit.

Pavlopoulos yang merasa sebagai tuan rumah akhirnya mengalah dan menyatakan bahwa ada banyak hal yang bisa membuat kedua negara bersatu di antara perbedaan yang ada saat ini asalkan ada kemauan. Erdogan akhirnya mengamini bahwa mereka bisa hidup berdampingan.

Namun, serangan Erdogan tak berakhir di sana. Saat bertemu dengan PM Yunani Alexis Tsipras, Erdogan menyebut pemerintah Yunani gagal melindungi situs-situs zaman Ottoman. Juga, tidak menyediakan tempat ibadah yang memadai untuk umat muslim di negara tersebut.

Tsipras langsung membantah dengan menyebut bahwa Yunani telah merekonstruksi beberapa masjid dan kebebasan beragama dihormati di negara tersebut.

”Erdogan adalah presiden Turki pertama yang berkunjung ke Athena sejak 1952. Dia sedang berusaha sekuat tenaga untuk memastikan kunjungan berikutnya tidak akan terjadi hingga 150 tahun mendatang,” ujar Wolfango Piccoli, wakil presiden Teneo Intelligence, menanggapi kunjungan tak bersahabat Erdogan tersebut. (Reuters/sha/c10/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Trump Ngotot Tinggalkan Perjanjian Paris, Erdogan Mengekor


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler