Yerusalem Ibu Kota Israel, Erdogan hingga Taliban Marah

Jumat, 08 Desember 2017 – 10:35 WIB
Recep Tayyip Erdogan. Foto: AFP

jpnn.com - Deklarasi Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah satu hal dan memindahkan kedubes ke Yerusalem adalah hal yang lain. Atas dua hal tersebut, Uni Eropa (UE) tidak sepakat dengan Amerika Serikat.

Kemarin, Kamis (7/12), para petinggi organisasi terbesar Benua Biru itu bertemu untuk membahas deklarasi Trump soal Yerusalem. Dalam waktu dekat, mereka juga berkoordinasi dengan Rusia, Jordania, dan AS soal Yerusalem.

BACA JUGA: Siap-siap, Omongan Trump soal Jerusalem Bisa jadi Bumerang

’’Sikap UE sudah jelas dan pasti. Kami yakin dan percaya bahwa solusi bagi konflik berkepanjangan Israel dan Palestina hanyalah dengan mewujudkan dua negara berdaulat yang sama-sama beribu kota di Yerusalem,’’ terang Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini dalam jumpa pers sebagaimana dilansir Associated Press. Bersama AS, PBB, dan Rusia, UE adalah bagian dari Kuartet Timur Tengah.

Hari ini Mogherini dijadwalkan bertemu dengan perwakilan Jordania. Senin (11/12) dia dan delegasi menteri luar negeri UE ganti bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Kota Brussels, Belgia. Sebelumnya, diplomat perempuan asal Italia tersebut juga bertemu dengan Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas.

BACA JUGA: Begini Sikap JK Tanggapi Klaim Jerusalem Ibu Kota Israel

Intinya, menurut Mogherini, UE akan berupaya keras untuk menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina juga. Sebab, selama ini kota yang menjadi jujukan ziarah rohani umat Islam, Kristen/Katolik, dan Yahudi itu memang dibagi dua. Kawasan timur milik Palestina dan kawasan barat milik Israel.

’’UE tetap berpedoman pada solusi damai dua negara,’’ tegasnya.

BACA JUGA: Polda Metro Jaya Perketat Pengamanan di Kedubes AS

Sementara itu, Turki mereaksi deklarasi Trump tersebut dengan ancaman. Kemarin PM Binali Yildirim menyatakan bahwa pengumuman yang disambut gembira Israel itu akan menjadi bom bagi perdamaian Timur Tengah.

Sebelumnya, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengungkapkan kekesalannya terhadap AS. Dia menyebut Trump sebagai blender yang membuat masalah Israel-Palestina campur aduk dan kian rumit.

’’Pemimpin hadir bukan untuk memperparah masalah, tapi menyelesaikannya. Jika Trump menyatakan bahwa dirinya adalah presiden yang kuat, tidak akan pernah salah, berarti dirinya salah besar,’’ kata Erdogan sebagaimana dikutip Reuters kemarin.

Dia menuding Trump sengaja mendeklarasikan keberpihakannya terhadap Israel untuk menutupi masalah besar lain. Yakni, skandal AS-Rusia.

Kemarin Turki juga mengaku tidak akan segan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan AS jika Trump benar-benar memindahkan kedubes AS ke Yerusalem.

’’Saat ini lebih dari 80 persen penduduk Turki tidak bersimpati terhadap AS. Sikap mereka itu sudah benar,’’ papar Yildirim dalam jumpa pers di Kota Ankara. Secara pribadi, dia mengaku sangat kecewa terhadap Trump.

Kekecewaan juga disuarakan Arab Saudi. Negara kaya minyak yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat AS tersebut menganggap Trump tidak bertanggung jawab dengan mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

’’Kami sangat menyesalkan deklarasi itu. Keputusan tersebut tidak benar,’’ ungkap jubir pemerintah di Kota Riyadh, ibu kota Saudi, kemarin.

Di sisi lain, PM Iraq Haider Al Abadi memanggil duta besar AS di negerinya. Secara langsung, dia memprotes kebijakan Trump. Dia juga menyarankan Washington untuk mencabut keputusan itu sebelum terlalu terlambat.

Kelompok-kelompok radikal di kawasan Arab pun langsung mereaksi deklarasi tersebut dengan ancaman serangan. Di antaranya, Hizbullah, Al Shabab, dan Taliban. (hep/c22/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Putra Amien Rais Ajak Masyarakat Boikot Produk AS


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler