La Ode Sebut Anggota DPD Merasa Penting dan Boros

Rabu, 03 Desember 2014 – 15:07 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Ode Ida mengatakan penolakan DPR terhadap usulan DPD terkait revisi UU MD3 hendaknya bisa menjadi bahan introspeksi terhadap cara kerja DPD secara menyeluruh.

Introspeksi tersebut menurut Ida sangat diperlukan karena dalam kenyataannya hanya sebagian anggota DPD yang kecewa dan sebagian lainnya tidak akan peduli.

BACA JUGA: Bonaran Dicecar soal Transfer Uang ke Perusahaan Bini Akil

Diketahui, penolakan DPR tersebut dengan alasan bahwa revisi pasal-pasal hanya terbatas terkait dengan penyelesaian konflik Koalisi Indonesia Hebat (KIH) versus Koalisi Merah Putih (KMP), dan usulan DPD akan dibahas kemudian.

"Alasan ini meski bisa diperdebatkan, namun harus diterima karena memang yang paling urgen adalah bagaimana DPR bisa menyatu dulu untuk kemudian melayani pemerintah sehingga melahirkan kebijakan yang produktif bagi bangsa," kata Ida, Rabu (3/12).

BACA JUGA: KMP Tolak Perppu Pilkada, Demokrat Pasrah

Dikatakannya, jika membahas usulan DPD tentu akan makan waktu lama. Ini juga pelajaran penting bagi sebagian anggota DPD dari unsur partai politik, apalagi mereka yang sebelumnya jadi anggota DPR, di mana waktu di DPR tidak memposisikan DPD scara proporsional saat membahas agenda kebijakan terkait DPD.

"Posisi DPD dianggap tidak ada pengaruhnya, sehingga hanya buang-buang waktu jika dilibatkan. Sementara para anggota DPD menganggap diri penting, punya legitimasi sosial yang kuat," ungkap mantan senator asal Sulawesi Tenggara itu.

BACA JUGA: KPK Bakal Sita Rumah Fuad Amin di Bangkalan

Dikatakan, legitimasi sosial tidak akan berarti apa-apa jika tidak memiliki basis legal yang kokoh, dan itulah posisi sulit DPD. Akibatnya sebagian anggota DPD merasa serba salah, atau sebagian hanya memanfaatkan posisi jabatan dengan segala seremonial dan anggaran negara yang dihabiskan.

"Termasuk sibuk menawarkan diri untuk dilibatkan dalam revisi UU MD3, di mana dalam prosesnya telah menghabisnya banyak anggaran. Bayangkan saja, meski ada kantor dan ruang kerja, namun pembahasan untuk masukan yang diabaikan (oleh DPR) itu harus dilakukan di hotel-hotel berbintang lima di luar Jakarta. Maka, saatnyalah pihak DPD mengevaluasi cara kerja," sarannya.

Misalnya ujar dia, sebelum melangkah untuk suatu produk kebijakan, maka pastikan bahwa produknya itu akan dijadikan acuan atau masukan baik oleh DPR maupun pemerintah. Jadi tidak menghabiskan anggaran dulu padahal hasilnya tak digunakan.

"Caranya? Konsultasi intens dengan pihak DPR untuk memperoleh komitmen diakomodasi dan fokus kepada perjuangan aspirasi daerah ke pihak pemerintah pusat dan juga DPR. Ini riel kebutuhan," pungkasnya.(fas/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Isyaratkan Keterlibatan Bupati Bangkalan di Kasus Fuad


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler